Wikipedia
Hasil penelusuran
Jumat, 31 Januari 2014
Deskripsi singkat tentang Yuri I.M
Perkenalkan nama saya Yuri Indah Marminingtias. Saya lahir di Bondowoso pada tanggal 29 bulan Agustus tahun 1995. Saya merupakan anak pertama dari kedua bersaudara. Saya mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Diyah Ayu Wulandari. Saya ini berdarah Campuran :D, campuran Jawa-Madura. tapi bukan Es Campur yaa :D. Papa saya Orang Jawa, sedangkan Mama orang Madura. Nama Papa saya Yayak Suemadie dan Mama Zuhairiyah. Kedua orang tua saya termasuk tipe orang tua yang protektif bahkan Overprotektif dalam menjaga saya dan adik. Dari kecil saya dilarang untu bermain keluar, maksudnya keluar dari batas halaman rumah. Jadi, saya hanya menghabiskan waktu dengan adik,adik sepupu dan seluruh keluarga yang satu halaman dengan rumah saya. Aktifitas saya dari kecil sampai sekarang masih tetap itu-itu aja. SD-SMA biasanya sekolah-pulang-makan-tidur (kecuali ada les). sekarang meskipun jauh dari orang tua tetep aja, Kuliah-pulang-makan-tidur. Tapi pernah sih, keluar maen ma temen nyuri-nyuri waktu. wkwkwk
Aku anaknya terkenal cerewet, tetapi secerewet-cerewetnya aku, aku bisa diem kok. Kalau lagi tidur aku diem :D. Saya dulu SD di SDN Sumber Canting 2, tetapi tidak samapi lulus. Pada saat kenaikan kelas 5 saya pindah sekolah ke SDN Wringin 05. Saya pindah sekolah itu karena kemauan dari Papa. Setelah lulus SD, saya melanjutka pendidikan ke SMP. Papa mendaftarkan saya di SMPN 1 BONDOWOSO (SMP terfaforit di Bondowoso, kan sudah SSN dan SBI.. hehehe). setelah lulus dari SMPN 1 BONDOWOSO saya melanjutkan pendidikan ke MAN 1 SITUBONDO. Entahlah, apa yang menyebabkan saya masuk MAN. Itu adalah pilihan Mama. dan Sekarang saya belajar di UNIVERSITAS JEMBER Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mungkin doa saya terkabul ya? Dulu sewaktu kecil saya bercita-cita ingin jadi Guru, makanya saya diterima di FKIP. :D
Eh iyya lupa. Foto diatas itu adalah foto saya sewaktu berumur 10 tahun kalau tidak salah. *Lupa. Foto itu diambil sewaktu saya mengisi acara Isra'Mi'raj. Waktu itu saya disuruh untuk berpidato. hihihi masih unyu2 yaa..
hmm apalagi ya yang ingin saya ceritakan.. kayaknya cuma ini dulu deehh.. nyambung lain kali yaa :) bye bye bye :) :)
Kamis, 30 Januari 2014
TUGAS MEMBUAT CERPEN
DI
BALIK WAKTU
Tak
ada yang lebih aneh daripada terbangun pada sebuah pagi menjelang siang dan
mendapati dirinya penuh mengingat mimpi yang baru saja turun dalam lelap
semenit yang lalu. Ia seorang siswa Madrasah Aliyah Negeri sekaligus santri di
sebuah Pondok Pesantren yang tidak terlalu terkenal di sebuah Dataran rendah.
Ia merupakan siswa yang rajin masuk sekolah dan Santri yang selalu taat kepada
perintah ustadznya. Pagi itu dia bermimpi bertemu Muhammad. Bagaimana bisa?
Inilah
yang dikerjakannya setiap hari. Berangkat sekolah terlambat, tidur di dalam
kelas saat jam pelajaran berlangsung namun tak pernah absen saat jam sholat
berjamaah dimulai. Teman satu bangkunya juga tak pernah tahu pasti apa alasan
yang membuat dia bersikap seperti itu. Gendut. Teman-temannya memanggilnya
demikian. Di pondok dan di sekolah nama itu cukup populer. Maklum jarak antara
sekolah dan pondoknya sangat dekat. Sekitar 200 meter. Sebenarnya tubuhnya
tidak terlalu gemuk. Anaknya tinggi dan berisi. Dibanding teman terdekatnya
dialah yang paling besar. Mungkin karena itu dia dipanggil Gendut. Kulitnya
coklat dan bersih, namun ada beberapa jerawat yang bermunculan di wajahnya.
Rambut yang awut-awutan maskipun tertutupi peci, tetap saja nampak. Seragam
yang digunakannya rapi, hanya saja tidak dimasukan jadi kerapiannya berkurang.
Pencerita
mimpi pagi itu sangat baik kepada dirinya. Tentu saja ia heran, dirinya yang
selama ini menganggap dunia zaman dulu abstrak. Dia harus menjadi seorang yang
abstrak pula, tiba-tiba menjadi orang yang terpilih bertemu Rasulullah dalam
mimpinya. Ia tak tahu apa artinya, tapi mimpi itu sangat jelas. Hanya satu yang
tak jelas, omongan dan wajah Muhammad.
Telah
5 tahun lebih dia menimba ilmu di Pondok pesantren. Pagi itu saat ia bermimpi
bertemu Muhammad adalah hari dirinya tertidur pulas di kelas. Tak ada guru yang
masuk ke kelas X2 saat itu. Bukan karena gurunya tak mau masuk, namun saat itu
guru yang bersangkutan mendapatkan tugas keluar sekolah untuk mengikuti Diklat
di Kabupaten. Kesempatan bagi si Gendut untuk mengisi hari itu dengan tidur di
kelas. Dia akan terbangun pada pukul 11.30 siang nanti, saat jam sholat duhur
berjamaah akan dimulai.
Namun
tidak untuk hari ini, dia terbangun lebih awal. 10.30 dia sudah terbangun dari
dunia mimpinya. Kelas sepi, tercium aroma tanah dengan denting gerimis yang
terdengar hingga ke dalam kelas. Matanya terbuka, benar-benar kosong. Bukan
mimpi. “kemana teman-teman? Apakah sekarang sekolah pulang lebih awal? Wah..
janagan-jangan aku telah ditinggal?” gumam gendut dalam hati. Lekas-lekas dia
beranjak dari tempat tidurnya yang terbuat dari beberapa deret bangku dari
beberapa temannya.
***
Saat
terbangun, ia melihat pemandangan di balik pintu yang terbuka sedikit. Ia
melihat pemandangan matahari kemerahan di balik jendela. Gerimis serta aroma
tanah yang tercium semerbak hingga ke dalam rumah. Ia mengingat-ingat, apakah
saat itu pagi atau senja. Usianya baru 7 tahun, tetapi ia sangat rajin. Apalagi
urusan sekolah. Dia pasti nangis kalau bangun terlambat. Anti datang terlambat,
tugas-tugas sekolah selalu dikerjakan tepat waktu. Ibunya tiba-tiba muncul di
balik pintu kamarnya., “khol, bangun.. sudah pukul delapan.” Kini ia tahu,
dirinya terbangun pada sebuah pagi di hari libur. Ia tak bergegas,
mengingat-ingat mimpinya satu menit yang lalu. Sebuah mimpi yang jelas. Wajah Muhammad
dalam mimpinya.
Sehabis
mandi dan sarapan pagi, Kholidi kecil mengambil bola dan sepatu kesayangannya.
Teman-temannya berteriak memanggil-manggil namanya di depan rumah. Mengajak
pergi ke lapangan dekat suaru tempat dia belajar membaca al-quran disetiap
senja. Meskipun gerimis, namun itu tak mengecilkan semangat kholidi untuk
bermain bola bersama teman-temannya. Selesai bermain bola, ia tak langsung
pulang melainkan masih bermain ke sawah dekat rumah salah seorang temannya. Di
sana ia bisa menikmati buah jambu yang bisa memuaskan dahaganya setelah bermain
bola hampir berjam-jam.
Dia
diijinkan bermain di luar rumah dengan batas pada pukul setengah 2 dia harus di
rumah. Jika tidak ibunya akan marah dan tidak mengijinkannya lagi bermain. Jam
sudah menunjukkan pukul 1 siang. Itu artinya dia harus segera pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, tanpa perintah dari sang ibu dia langsung mandi dan
menuju tempat sholat. Setelah sholat duhur selesai dia melanjutkan dengan tidur
siang. Kembali wajah itu hadir dalam tidurnya. Kini dia berpetualang jauh dalam
dunia mimpinya.
“khol..
bangun. Ayo mandi. Sholat asar dulu, sebentar lagi magrib dan kamu harus segera
ke surau” terdengar suara Bu Wati dari balik pintu membangunkan kholidi. Sore
itu cuaca kembali mendung dan gerimispun mulai turun. Seperti biasa kholidi tak
bergegas mandi. Dia masih kembali menerka-nerka apa yang ia lihat dalam
mimpinya tadi.
Sehabis
mandi, kholidi langsung menganbil sarung dan peci. Setelah sholat ashar, dia
segera bergegas keluar rumah. Di depan teman-temannya sudah menunggu dan
teriak-teriak memanggil namanya mengajak pergi ke surau berbarengan untuk
mengaji. Kali ini, setelah selesai mengaji, ia tak langsung pulang. Bahkan saat
teman-teman merayunya dengan segenggam petasan yang disembunyikan di balik
sarung untung diledakkan di perempatan jalan. Kholidi tetap berada di suaru dan
menunggu sepi., ingin berbicara dengan Ustadz Ahmad.
“
ustadz, saya bermimpi aneh sekali.”
“mimpi
apa nak?”
“Muhammad”
“Kamu
bermimpi bertemu Muhammad?”
Ia
harus mengakui ada rasa bangga dan iri menyelip. Bahkan dirinya yang sudah
berumur dan menganggap cukup taat, belum pernah mimpi bersua muhammad. “
bagaimana ia?”
“ia
berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbahnya yang meneduhkan hati.
Wajah yang becahaya pula yang memandang ke arah kami namun wajah itu tak jelas.
Ia sepertinya terburu-buru pergi dengan menaiki buroq sehingga kami tidak jelas
melihat wajahnya.” Kholidi mencoba menjelaskan mimipinya kepada pak ustadz.
“kami?”
tanya pak ustadz semakin nampak penasaran.
“iya,
saya dan sekelompok orang yang tidak saya kenal pak. Anehnya orang-orang yang
bersama saya itu tak percaya bahwa ia adalah muhammad. Hanya seorang anak
laki-laki yang duduk bersebelahan denganku yang mempercayainya. Dia seorang
laki-laki yang cacat fisik, dia tidak bisa melihat.” Tegas kolidi kembali.
“seorang
laki-laki yang tidak bisa melihat?” tanya ustadz setengah penasaran. Kholidi
mengannguk yakin. “seperti apa buroq?”
“seperti perahu”.
“darimana
kamu tahu nak bahwa itu muhammad? Apakah kau sudah berkenalan?”
“feelingku
mengatakan bahwa itu muhammad. Dan ciri-ciri yang ada pada dirinya mengatakan
bahwa dia adalah muhammad.”
“terus
darimana kamu tahu bahwa muhammad naik buroq? Bukan Perahu?”
“menurut
cerita kakek begitu ustadz.” Tegas kholidi sambil tersenyum kecil.
***
Menjelang
siang, siswa yang dipanggil gendut itu keluar kelas. Ternyata teman-temannya
sedang bermain sepak bola. Wajar. Di Madrasah tempat dia menimba ilmu antara
siswa laki-laki dan perempuan berlainan. Gedung madrasah siswa laki-laki berada
di sebelah barat pondok dan gedung Madrasah siswa perempuan berada di sebelah
timur pondok. Tidak semua teman-temannya bermain sepak bola. Ada yang menjadi
sporter. Yang pasti mereka bermain bola bergantian. Namun, kholidi lebih
memilih duduk termenung di depan kelas sambil mengingat-ingat mimpinya tadi.
Ada sekelompok orang dan anak laki-laki yang tak bisa melihat yang percaya
bahwa lelaki yang berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbah yang
meneduhkan hati serta terburu-buru pergi dengan menaiki buroq itu adalah
muhammad. Usai merenung tak terasa suara adzan duhur sudah berkumandang. Dia
langsung bergegas ke mushola sekolah untuk menunaikan sholat duhur berjamaah
dengan temannya. Teman-teman yang bermain bolapun sudah bubar. Saat itu adalah
jadwal dia menjadi imam di mushola.
Rupanya
benar, hari itu sekolah pulang lebih awal. Sekolah yang biasanya pulang pada
jam 14.15 kini pulang pada pukul 13.30.Gendut pulang bersama-sama temannya
menuju pondok. Sesampainya di pondok dia langsung melanjutkan tidur tanpa
melepas seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Tidurnya semakin lelap
saat hujan turun menemani tidur siangnya. Membuainya dalam dunia mimpi. Dia
mencoba mengatur posisi tidurnya sembari menyeret selimut untuk menutupi
kakinya yang mulai terasa dingin akibat udara siang itu. Hujan turun yang
semula deras kini telah mulai reda. Meskipun tak sepenuhnya reda, setidaknya
masih tertinggal gerimis-gerimis yang menjadi saksi kerinduan langit pada bunda
pertiwi. Semakin sore udara dingin semakin menusuk hingga keseluruh tubuh.
Gendut dibangunkan oleh teman akrabnya, fauzi.
.”
ndut.. bangun. Kamu belum sholat ashar. Sebentar lagi magrib dan kita harus
bergegas menuju masjid untuk sholat berjamaah” seru Fauzi sambil menata
buku-buku yang berserakan di kamarnya. Mereka berdua sekamar sejak awal mondok.
Gendut
yang masih kehilangan separuh sukmanya hanya duduk termenung. Rupanya wajah
muhammad kembali menghadiri mimpinya lagi. Dia menerka-nerka pa yang ada dalam
mimpinya tadi dan apa artinya. Setelah sukmanya terkumpul. Gendut langsung
menuju kamar mandi. Dia terpaksa mandi sore itu meskipun dingin menemaninya.
Jika tidak, dia akan didera gatal-gatal. Sholat ashar telah usai. Gendut
bersama fauzi bersama-sama menuju masjid untuk sholat berjamaah dengan seluruh
santri yang ada di Pondok pesantren tersebut.
***
Kholidi
tahu, kebutaan yang dialami laki-laki yang ada di sampingnya saat bertemu
muhammad itu telah mengingatkannya pada Almarhum Ayahnya yang meninggal 2 tahun
silam waktu dia berumur 5 tahun. Setahu kholidi, ibunya sering merasa kasihan
dan meneteskan air mata saat melihat ayahnya apalagi saat ayahnya terjatuh di
kamar mandi hingga sampai merenggut nyawanya. Seakan-akan air mata ibu tak
pernah kering. Air mata itu selalu mengalir disetiap sujudnya. Ibu tak pernah
lupa untuk selalu mendoakan ayah agar senantiasa diberi tempat yang indah di
sisi_Nya.
Di
kamarnya yang kecil. Kholidi mencoba menggambarkan apa yang ada pada mimpinya.
Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya
dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga
menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi
kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di
mimpinya. Sebuah perahu yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di
atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
***
Setelah
sholat magrib berjamaah. Seluruh santri mengambil al-quan masing-masing dan
membacanya dengan kusyuk. Begitu juga dengan si Gendut dan fauzi. Mereka
terlihat duduk bersebelahan di teras masjid sambil membaca al-quran. Sembari
menunggu adzan isyak berkumandang, Gendut mengambil selembar kertas dan sebuah
pensil. Lalu dia mulai menggambar apa yang ada di mimpinya tadi.
Sebuah
mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan
cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu Gendut juga menggambarkan saat
pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan
buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah
sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria
tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
“zi..
menurut kamu, gambar apa ni?” tanya Gendut kepada fauzi.
“gambar
apaan ini ndut? Kamu rindu TK ya? Apa jangan-jangan kamu kurang dulu waktu
sekolah TK.” Ledek fauzi kepadaGendut yang hanya tersenyum kecil.
“aku
serius zi, menurut kamu,. Gambar apa ini?” tanya Gendut sekali lagi.
“itu
kan gambarnya nelayan yang lagi mau menuju laut untuk mencari ikan dengan lampu
petromak di atas perahunya.” Jawab fauzi setengah meledek.
“nelayan
ya?” gendut hanya mampu tersenyum mendengar jawaban temannya.
Adzan
isyak telah berkumandang. Tanda waktu sholat telah masuk. Mereka berdua
meletakkan al-quran kembali di tempatnya dan Gendut menyelipkan gambarnya di
dalam al-quran. Setelah sholat usai, mereka tak langsung kembali ke kamar.
Mereka harus mengikuti pengkajian kitab Riyadussolihin yang dipimpin oleh KH.Ghofur.
Sepertinya
malam itu tak ada bintang yang nampak di langit. Hanya sekumpulan awan yang
menutupi langit. Sehingga malam buram menemani mereka. Sepulang dari masjid
mereka bergegas menuju dapur santri. Di sana telah tersedia makan malam yang
telah di siapkan oleh juru masak pondok. Mereka makan dengan lahapnya. Sejak
tadi siang mereka belum makan. Makan terakhir di sekolah. Itupun mie instan.
Lelah dan kantuk sudah menghampiri mereka. Namun masih ada tugas sekolah yang
belum mereka kerjakan. Terpaksa mereka tidur larut malam untuk mengerjakan
tugas-tugasnya. Buat fauzi tidak masalah. Dia tergolong santri yang tahan dan
terbiasa dengan keadaan yang seperti itu, tidak buat si Gendut. Memang dia
mengerjakan tugas-tugas sekolahnya namun pasti dia akan terlambat ke sekolah
dan tertidur di kelas nanti.
Tumben.
Pagi ini si Gendut bangun lebih awal dan bergegas untuk sekolah. Saat akan
berangkat sekolah dia menerima surat. Dibukanya surat tersebut. Dari ibu
rupanya. Sudah hampir 5 tahun Gendut tidak pulang ke rumahnya dan ibunya juga
tidak pernah menjenguknya di pondok. Itu karena sang ibu sibuk mengurus tanaman
tembakaunya. Ibunya bertanya apakah liburan semester ini ia akan pulang ke
rumah ataukah menetap di pondok. Gendut berfikir, jika dia pulang di rumah
pasti tidak akan banyak membantu. Daripada di rumah hanya makan, tidur dan
nonton TV, lebih baik di pondok, memperdalam ilmu agama, membantu ustadz
menanam melon. Bukan hanya itu saja,uang untuk transportasi pulangpun tidak cukup.
Daripada harus meminta kiriman uang untuk pulang, lebih baik menetap saja.
Sebelum berangkat ke sekolah, Gendut menyempatkan membalas surat dari ibunya
dan menitipkannya kepada pihak pondok untuk dikirimkan.
***
Malam
berikutnya sepulang dari surau, kholidi kecil menunjukkan gambarnya kepada
ibunya.
“gambar
apa ini? Ibu ndak ngerti.”
“ini
gambar mimpiku bu.”
“mimpi
apa? kamu bemimpi menjadi nelayan nak?”
“Ini
Muhammad bu,” katanya menunjuk mimbar tempat pria itu berdiri dan cahaya yang
melingkar di atas kepalanya.
“kapan
kamu mimpi ini?”
“kemarin
waktu tidur setelah sholat subuh dan tidur siang bu.”
Ibunya
terharu, mengelus pelan rambut anaknya. Seperti biasa, setiap senja tiba.
Kholidi harus bergegas menuju surau untuk mengaji. Selesai mengaji dia tak
langsung pulang melainkan menunjukkan gambarnya kepada pak ustadz. Bukan hanya
ke pak ustadz, namun gambar itu ditunjukkan dan dijelaskan kepada
teman-temannya. Ia menjelaskan kepada teman-temannya bahwa gambar itu adalah
gambar Muhammad yang sedang berkhutbah di masjid dan pergi dengan menaiki
buroq.
“kholidi,
hanya orang-orang terpilih yang bisa bermimpi bertemu Muhammad.” Ujar ustadz.
“apakah
itu berarti aku termasuk orang yang terpilih?”
“kamu
yakin tak berbohong dengan cerita mimpimu itu? Berbohong itu dosa.”
Teman-teman
yang tadinya antusias mendengar cerita kholidi tentang Muhammad kini menjadi terdiam.
Memandang bergantian antara Kholidi dan ustadz. Kholidi kecewa akan perkataan
ustadznya. Ia mengambil gambar itu.
Kholidi
kecil pergi dari surau dan tak pernah datang lagi untuk mengaji. Gambar itu
diletakkannya di atas meja begitu saja. Ia tak pernah menyentunya lagi hingga
gambar itu hilang entah kemana. Kholidi sekarang lebih senang membuat
gambar-gambar di bukunya. Bukan hanya di buku gambarnya, buku tulis sekolah
juga ia gambari. Ia tak hanya menggambar sawah, gunung, rumah. Kini,
gambar-gambarnya semakin sulit di tebak dan tak beraturan. Kholidipun menjadidi
pendiam hingga dia bercita-cita untuk menimba ilmu di pesantren jika sudah
menginjak Sekolah Menengah. Impiannya tercapai, ibunya mengijinkan ia mondok
yang letaknya cukup jauh dari rumahnya.
***
Pagi ini semangat nampak jelas
di muka gendut. Rapi dan tak terlihat kekusutan yang biasa nampak di mukanya.
Semester 1. Ya ujian semester 1 yang membuat dia semangat. Nampak seluruh siswa
kelas X,XI,dan XII mulai sibuk mencari ruangan ujiannya. Gendut sendiri berada
di ruang 1. Ruangannya tepat bersebelahan dengan ruang Wakasis. Di sana dia
duduk dengan kakak kelas, kelas XI. Gendut terlihat serius mengerjakan soal
ujiannya. Entahlah diisi apa soal itu. Seperti yang telah diketahui. Gendut males-malesan
kalau di suruh belajar. Kecuali ada PR. Nampak sekali raut muka yang penuh
keseriusan. Kesulitan nampaknya di alami Kholidi dalam memecahkan soal
Matematika pagi itu. Mau bagaimana lagi? Bisa tidak bisa dia harus mengerjakan
seluruh soal ujian hari itu.
Seminggu sudah berlalu ujian
semester. Gendut tidak bisa
tenang-tenang saja. Masih ada masa remidi. Semoga tak ada mata pelajaran yang
remidi. Dia berdoa penuh harap. Setelah semua mata pelajaran di umumkan,
ternyata gendut lulus. Dia tidak remidi sama sekali. Senang sekali rasanya bisa
memberi kabar yang menggembirakan hati ibunya. Kini dia dilanda kegalauan.
Antara pulang atau tidak pada semester ini. Sudah 5 tahun dia tidak pulang. Rindu ibu dan
teman-teman masa kecilnya. Ternyata rencana awal dia untuk tidak pulang
semester ini berubah. Dia memutuskan untuk pulang. Meskipun ongkos buat pulang
kurang, dia dengan berat hati mengambil beberapa dari tabungannya.
Sesampainya
di rumah ia mengetok-ngetok pintu namun tak ada jawaban dari dalam. Dia
langsung masuk karena kebetulan pintu rumah tidak dikunci. Seorang perempuan
paruh baya berjilbab, tertidur di kursi panjang yang tak bisa disebut sofa
dengan sebuah bantal tipis menyangga lehernya. Selembar kertas bergambar Sebuah
mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan
cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga menggambarkan
saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil
menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di
mimpinya. Sebuah sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di
atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
Berada didekapannya. Bertahun-tahun anaknya menimba ilmu tak pernah tahu, bahwa
ibunya masih menyimpan gambar itu. “ibu..kholid pulang.”
Selasa, 28 Januari 2014
Hakikat Cinta Menurut Islam
Cinta merupakan hal yang mendasar dalam hidup ini, terkadang cinta
membawa bahagia bagi manusia, dan dapat pula berubah menjadi prahara. Cinta
adalah instrumen untuk mencapai tujuan, pada dasarnya cinta adalah netral,
tetapi terpulang siapakah yang mengemudi cinta itu sendiri, jiwa nafsu syahwat
yang mendominasi maka wajarlah cinta itu akan berakhir dengan kebinasaan,
tetapi ketika cinta yang bertaburan dengan bunga iman kepada Allah maka cinta
adalah pengikat antara manusia dengan tuhannya, sehingga akan menjadikan dia
ikhlas beribadah. Dalam mendefinisikan cinta, banyak dari para pemikir,
mengkiaskan makna cinta dalam kata-katanya, Al-Ashma’i berkata, saya
pernah bertanya kepada seorang arab badui tentang cinta. Dia menjawab, “cinta
itu tersembunyi di dalam batu. Apabila dinyalakan, ia akan tampak. Namun
apabila dibiarkan, ia pun sembunyi di dalamnya”. menurut ibnu Al-Qoyyim,
orang-orang berakal sepakat mencela orang yang mencintai sesuatu, yang membuat
dirinya celaka karena kecintaanya itu. Cinta adalah fitrah yang dianugerahkan
Allah kepada para Mahklukya.
Lantas bagaimana islam menyikapi emosi cinta
yang selalu membawa kebahagiaan, namun sering juga membawa malapetaka bagi
pecinta maupun yang dicintainya, adakah cinta yang sejati, dan
bagaimana pula pengaruhnya terhadap manusia. masalah inilah yang saya akan paparkan dalam artikel ini.
Hadits Tentang Hakikat Cinta
Memaknai cinta yang sebenarnya, tentu kita
harus mengambil dari sumber yang yang benar pula, yakni Al-Qur’an dan Hadits, ada beberapa makna cinta dalam hadits
(cinta kepada sesama, cinta kepada lawan jenis, dan cinta kepada Allah) Berikut
ini:
1. Cinta kepada sesama
Di antara langkah syaitan dalam menggoda dan menjerumuskan manusia
adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama umat Islam. Ironinya,
banyak umat Islam terpedaya mengikuti langkah langkah syaitan itu. Mereka
menghindar dan tidak menyapa saudaranya sesama muslim tanpa sebab yang dibenarkan
syara’. Misalnya karena percekcokan masalah harta atau karena situasi buruk
lainnya. Terkadang, putusnya hubungan tersebut langsung terus hingga
setahun. Bahkan ada yang sumpah untuk tidak mengajaknya bicara selama-lamanya,
atau bernadzar untuk tidak menginjak rumahnya. Jika secara tidak sengaja
berpapasan di jalan ia segera membuang muka. Jika bertemu di suatu majlis ia
hanya menyalami yang sebelum dan sesudahnya dan sengaja melewatinya. Inilah
salah satu sebab kelemahan dalam masyarakat Islam. Karena itu, hukum
syariat dalam masalah tersebut amat tegas dan ancamanya pun sangat keras.
Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata, Rasululloh
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak halal
seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari
tiga hari, barang siapa memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal maka ia
masuk neraka” (HR: Abu Dawud, 5/215, Shahihul Jami’: 7635)
Abu khirasy Al Aslami Radhiallahu’anhu berkata,
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa
memutus hubungan dengan saudaranya selama setahun maka ia seperti mengalirkan
darahnya (membunuhnya) “ (HR: Al Bukhari Dalam Adbul Mufrad no : 406,
dalam Shahihul Jami’: 6557)
Untuk membuktikan betapa buruknya memutuskan hubungan antara
sesama muslim cukuplah dengan mengetahui bahwa Alloh menolak memberikan ampunan
kepada mereka. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu,
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “semua
amal manusia diperlihatkan (kepada Allah) pada setiap Jum’at (setiap pekan) dua
kali; hari senin dan hari kamis. Maka setiap hamba yang beriman diampuni
(dosanya) kecuali hamba yang di antara dirinya dengan saudaranya ada
permusuhan. Difirmankan kepada malaikat :” tinggalkanlah atau tangguhkanlah
(pengampunan untuk) dua orang ini sehingga keduanya kembali berdamai” (HR:
Muslim: 4/1988)
Jika salah seorang dari keduanya bertaubat kepada Alloh, ia harus
bersilaturrahim kepada kawannya dan memberinya salam. Jika ia telah
melakukannya, tetapi sang kawan menolak maka ia telah lepas dari tanggungan
dosa, adapun kawannya yang menolak damai, maka dosa tetap ada padanya.
Abu Ayyub Radhiallahu’anhu meriwayatkan,
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak
halal bagi seorang laki-laki memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga
malam. Saling berpapasan tapi yang ini memalingkan muka dan yang itu (juga)
membuang muka. Yang terbaik di antara keduanya yaitu yang memulai salam” (HR:
Bukhari, Fathul Bari: 10/492)
Tetapi jika ada alasan yang dibenarkan, seperti karena ia
meninggalkan shalat, atau terus menerus melakukan maksiat sedang pemutusan
hubungan itu berguna bagi yang bersangkutan misalnya membuatnya kembali kepada
kebenaran atau membuatnya merasa bersalah maka pemutusan hubungan itu hukumnya
menjadi wajib. Tetapi jika tidak mengubah keadaan dan ia malah berpaling,
membangkang, menjauh, menantang, dan menambah dosa maka ia tidak boleh
memutuskan hubungan dengannya. Sebab perbuatan itu tidak membuahkan maslahat
tetapi malah mendatangkan madharat. Dalam keadaan seperti ini, sikap yang benar
adalah terus-menerus berbuat baik dengannya menasehati, dan mengingatkannya.
2. Cinta Kepada lawan Jenis
Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis.
Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang
benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan
mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan
inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang
cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami
tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal
pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al
Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka
berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram
dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap
saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan
dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum
diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh
rasa cinta pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk
menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Agama islam
mengakui adanya cinta terhadap lawan jenis sebagi iringan motivasi seksual,
karena itu merupakan emosi fitrah manusia, selama sesuai dengan cara yang telah
disyariatkan, yaitu menikah.
3. Cinta Kepada Allah dan Rasul
Mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah dengan meneladani petunjuk
dan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan berusaha
mempelajari dan mengamalkannya dengan baik. Dan bukanlah mencintai dan
mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dengan mengatasnamakan
cinta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau memuji dan
mensifati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
berlebihan, dengan menempatkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi
kedudukan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tempatkan
beliau padanya.
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memuji diriku secara
berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang nasrani melampaui batas
dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang
hamba Allah, maka katakanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya.“
Inilah makna cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini,
para sahabat radhiallahu ‘anhum. Anas bin Malik radhiallahu
‘anhu berkata, “Tidak ada seorangpun yang paling dicintai oleh para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi jika mereka
melihat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak berdiri
(untuk menghormati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena
mereka mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci
perbuatan tersebut. Hadits lainnya yang mengungkapkan keutamaan cinta kepada
Allah dan Rasu-Nya, adalah:
Rasulullah SAW bersabda, ”tiga golongan yan
akan merasakan manisnya iman yaitu: golongan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya
lebih dari apapun, golongan yang tidak mencintai orang lain melainkan hanya
karena Allah, dan golongan yang tidak kembali kepada kekufuran sebagaimana ia
tidak ingin dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.
Al Bukhari dan Muslim, At-Tirmidzi, serta An-Nasa’i, dari Anas)
Nabi SAW menjelaskan bahwa ada tiga hal yang apabila diamalkan
oleh seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman. Manis disini menunjukkan
arti nikmat, senang, suka terhadap iman. Apabila seseorang merasa nikmat
terhadap sesuatu maka ia tidak akan rela apabila sesuatu itu lepas dan hilang
dari dirinya, apalagi kenikmatan itu adalah kenikmatan iman, suatu anugerah
terbesar yang seharusnya kita syukuri dan harus benar-benar dipertahankan
sampai akhir hayat kita. Jika kita berhasil mempertahankan iman sampai ajal
menjemput, maka demi Allah, surga telah menanti kita.
Makna Cinta Dalam Perspektif Psikologi
Dari paparan diatas, mengenai hadits tentang
cinta, jika ditinjau dari sisi psikologis pada manusia dapat di lihat
manfaatnya sebagai berikut:
1. Cinta kepada sesama. Manusia
adalah makhluk sosial, mustahil rasanya jika manusia mampu untuk hidup
sendiri, manusia terlahir di dunia dengan segala kebatasan pada
kemampuannya, dan di anugerahi dengan segala kelebihannya. Dalam memenuhi
kebutuhan hidup, manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya dalam bentuk
sebuah masyarakat. Dalam hal ini, Cinta kepada sesama, merupakan hal yang
mendasar dalam mengatur interaksi seseorang dengan yang lainnya, dari faktor
cinta inilah timbulnya rasa kemanusiaan pada diri seseorang, ia dengan senang
hati untuk menolong orang lain hanya karena-Nya. Timbulnya rasa solidaritas
antar sesama manusia, sebenarnya berasal dari rasa cinta yang melahirkan empati
terhadap sesama.
2. Cinta kepada lawan jenis. islam
sebagai agama yang sempurna, memperhatikan juga aspek-aspek duniawi
dan sekaligus memberi solusinya. Dalam hal cinta kepada lawan jenis, islam
memandangnya sebagai fitrah, manusia dibekali rasa cinta kepada lawan jenis
untuk memotivasi memperbanyak keturunan, tetapi islam juga memberi rambu-rambu
atas cinta kepada lawan jenis ini, dengan solusinya adalah dengan membangun
keluarga dengan jalan menikah. Islam mengecam perzinaan, tetapi sangat
menganjurkan untuk menikah bagi yang mampu secara fisik dan psikis, andaikata
tidak atau belum mampu menikah, islam mengajurkan untuk berpuasa dan menahan
diri dari segala hal yang membangkitkan syahwat.
3. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
Menurut utsman najati, cinta kepada Allah merupakan
bentuk tertinggi dari rasa cinta yang ada pada diri manusia. Jika kita mau
melihat realita, banyak gangguan jiwa berawal dari rasa cinta yang tinggi
kepada hal-hal yang bersifat materi, misalnya rasa cinta kepada kekasih (suami
atau istri), cinta kepada harta, cinta kepada pekerjaan dan rasa cinta yang
semisalnya. Yang mengakibatkan seseorang terus memuaskan rasa cintanya –yang
pada hakikatnya tidak akan pernah terpuaskan— dengan berlebihan.
Pada akhirnya, hanya kekecewaan yang ia dapatkan karena cintanya itu bisa saja
bertepuk sebelah tangan ataupun cinta itu hanya semu dan nisbi. Jika kondisi
ini terus menerus terjadi dan ia terus terombang ambing dalam kesedihan yang
mendalam maka sederet gangguan jiwa menantinya.
Cinta kepada Allah yang di refleksikan dalam
rasa pengharapan yang tinggi kepada-Nya, menumbuhkan sikap pasrah dan ridho
kepadanya, semua yang terjadi terhadapnya akan dihadapi dengan lapang dada,
sehingga menimbulkan optimistis, rasa syukur atas nikmatnya, karena semua yang
terjadi padanya pasti ada hikmah yang cukup besar bagi dirinya, hal
inilah yang menjadikan seseorang, selalu dalam keadaan tenang dan bahagia.
Kesimpulan
Setelah membicarakan tentang hakikat cinta yang, hendaknya kita menyadari
bahwa, cinta kepada dunia dan seisinya adalah nisbi dan relatif. Cinta
yang sejati adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Cinta kepada Allah dan Rasulnya yang di refleksikan dalam rasa
pengharapan yang tinggi kepada-Nya, menumbuhkan sikap pasrah dan ridho
kepadanya, semua yang terjadi terhadapnya akan terima dengan lapang
dada, sehingga menimbulkan optimistis, rasa syukur atas nikmatnya, karena semua
yang terjadi padanya pasti ada hikmah yang cukup besar bagi dirinya,
hal inilah yang menjadikan seseorang, selalu dalam keadaan tenang dan
bahagia.
Sumber Bacaan:
Najati, Muhammad Utsman. 2006. Ilmu Jiwa Dalam Al-Qur’an (Terj). Jakarta:
Pustaka Azzam.
IKHLAS
Ikhlas itu kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Karena
itu, kita perlu belajar dan membiasakan diri menjadi mukhlis (orang yang
ikhlas).
Dari segi bahasa, ikhlas itu mengandung makna memurnikan dari kotoran, membebaskan diri dari segala yang merusak niat dan tujuan kita dalam melakukan suatu amalan.
Ikhlas juga mengandung arti meniadakan segala penyakit hati, seperti syirik, riya, munafik, dan takabur dalam ibadah. Ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT.
Ungkapan “semata-mata karena Allah SWT” setidaknya mengandung tiga dimensi penghambaan, yaitu niatnya benar karena Allah (shalih al-niyyat), sesuai tata caranya (shalih al-kaifiyyat), dan tujuannya untuk mencari rida Allah SWT (shalih al-ghayat), bukan karena mengharap pujian, sanjungan, apresiasi, dan balasan dari selain Allah SWT.
Beribadah secara ikhlas merupakan dambaan setiap Mukmin yang saleh karena ikhlas mengantarkannya untuk benar-benar hanya menyembah atau beribadah kepada Allah SWT, tidak menyekutukan atau menuhankan selain- Nya. “Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (QS An-Nisa’ [4]: 36).
Jika ikhlas sudah menjadi karakter hati dalam beramal ibadah, niscaya keberagamaan kita menjadi lurus, benar, dan istiqamah (konsisten). (QS Al-Bayyinah [98]: 5). Selain kunci diterima tidaknya amal ibadah kita oleh Allah SWT, ikhlas juga membuat “kinerja” kita bermakna dan tidak sia-sia. Kinerja yang bermakna adalah kinerja yang berangkat dari hati yang ikhlas.
Menurut Imam Al-Ghazali, peringkat ikhlas itu ada tiga. Pertama, ikhlas awam yakni ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan takut kepada siksa-Nya dan masih mengharapkan pahala dari-Nya.
Kedua, ikhlash khawas,ialah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dimotivasi oleh harapan agar menjadi hamba yang lebih dekat dengan-Nya dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan “sesuatu” dari-Nya.
Ketiga, ikhlash khawas al-khawas adalah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dia-lah Tuhan yang Mahasegala-galanya.
Ikhlas merupakan komitmen ter ting gi yang seharusnya ditambatkan oleh setiap Mukmin dalam hatinya: sebuah komitmen tulus ikhlas yang sering dinyatakan dalam doa iftitah. (Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Tuhan semesta alam). (QS Al-An’am [6]: 162).
Sifat dan perbuatan hati yang ikhlas itu merupakan perisai moral yang dapat menjauhkan diri dari godaan setan (Iblis). Menurut At-Thabari, hamba yang mukhlis adalah orang-orang Mukmin yang benar-benar tulus sepenuh hati dalam beribadah kepada Allah, sehingga hati yang murni dan benar-benar tulus itu menjadi tidak mempan dibujuk rayu dan diprovokasi setan.
Ikhlas sejatinya juga merupakan “benteng pertahanan” mental spiritual Mukmin dari kebinasaan atau kesia-siaan dalam menjalani kehidupan. Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah berujar, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang meng isi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat.”
Dari segi bahasa, ikhlas itu mengandung makna memurnikan dari kotoran, membebaskan diri dari segala yang merusak niat dan tujuan kita dalam melakukan suatu amalan.
Ikhlas juga mengandung arti meniadakan segala penyakit hati, seperti syirik, riya, munafik, dan takabur dalam ibadah. Ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT.
Ungkapan “semata-mata karena Allah SWT” setidaknya mengandung tiga dimensi penghambaan, yaitu niatnya benar karena Allah (shalih al-niyyat), sesuai tata caranya (shalih al-kaifiyyat), dan tujuannya untuk mencari rida Allah SWT (shalih al-ghayat), bukan karena mengharap pujian, sanjungan, apresiasi, dan balasan dari selain Allah SWT.
Beribadah secara ikhlas merupakan dambaan setiap Mukmin yang saleh karena ikhlas mengantarkannya untuk benar-benar hanya menyembah atau beribadah kepada Allah SWT, tidak menyekutukan atau menuhankan selain- Nya. “Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (QS An-Nisa’ [4]: 36).
Jika ikhlas sudah menjadi karakter hati dalam beramal ibadah, niscaya keberagamaan kita menjadi lurus, benar, dan istiqamah (konsisten). (QS Al-Bayyinah [98]: 5). Selain kunci diterima tidaknya amal ibadah kita oleh Allah SWT, ikhlas juga membuat “kinerja” kita bermakna dan tidak sia-sia. Kinerja yang bermakna adalah kinerja yang berangkat dari hati yang ikhlas.
Menurut Imam Al-Ghazali, peringkat ikhlas itu ada tiga. Pertama, ikhlas awam yakni ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan takut kepada siksa-Nya dan masih mengharapkan pahala dari-Nya.
Kedua, ikhlash khawas,ialah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dimotivasi oleh harapan agar menjadi hamba yang lebih dekat dengan-Nya dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan “sesuatu” dari-Nya.
Ketiga, ikhlash khawas al-khawas adalah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dia-lah Tuhan yang Mahasegala-galanya.
Ikhlas merupakan komitmen ter ting gi yang seharusnya ditambatkan oleh setiap Mukmin dalam hatinya: sebuah komitmen tulus ikhlas yang sering dinyatakan dalam doa iftitah. (Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Tuhan semesta alam). (QS Al-An’am [6]: 162).
Sifat dan perbuatan hati yang ikhlas itu merupakan perisai moral yang dapat menjauhkan diri dari godaan setan (Iblis). Menurut At-Thabari, hamba yang mukhlis adalah orang-orang Mukmin yang benar-benar tulus sepenuh hati dalam beribadah kepada Allah, sehingga hati yang murni dan benar-benar tulus itu menjadi tidak mempan dibujuk rayu dan diprovokasi setan.
Ikhlas sejatinya juga merupakan “benteng pertahanan” mental spiritual Mukmin dari kebinasaan atau kesia-siaan dalam menjalani kehidupan. Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah berujar, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang meng isi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat.”
Langganan:
Postingan (Atom)