Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 31 Januari 2014

Deskripsi singkat tentang Yuri I.M



Perkenalkan nama saya Yuri Indah Marminingtias. Saya lahir di Bondowoso pada tanggal 29 bulan Agustus tahun 1995. Saya merupakan anak pertama dari kedua bersaudara. Saya mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Diyah Ayu Wulandari. Saya ini berdarah Campuran :D, campuran Jawa-Madura. tapi bukan Es Campur yaa :D. Papa saya Orang Jawa, sedangkan Mama orang Madura. Nama Papa saya Yayak Suemadie dan Mama Zuhairiyah. Kedua orang tua saya termasuk tipe orang tua yang protektif bahkan Overprotektif dalam menjaga saya dan adik. Dari kecil saya dilarang untu bermain keluar, maksudnya keluar dari batas halaman rumah. Jadi, saya hanya menghabiskan waktu dengan adik,adik sepupu dan seluruh keluarga yang satu halaman dengan rumah saya. Aktifitas saya dari kecil sampai sekarang masih tetap itu-itu aja. SD-SMA biasanya sekolah-pulang-makan-tidur (kecuali ada les). sekarang meskipun jauh dari orang tua tetep aja, Kuliah-pulang-makan-tidur. Tapi pernah sih, keluar maen ma temen nyuri-nyuri waktu. wkwkwk
Aku anaknya terkenal cerewet, tetapi secerewet-cerewetnya aku, aku bisa diem kok. Kalau lagi tidur aku diem :D. Saya dulu SD di SDN Sumber Canting 2, tetapi tidak samapi lulus. Pada saat kenaikan kelas 5 saya pindah sekolah ke SDN Wringin 05. Saya pindah sekolah itu karena kemauan dari Papa. Setelah lulus SD, saya melanjutka pendidikan ke SMP. Papa mendaftarkan saya di SMPN 1 BONDOWOSO (SMP terfaforit di Bondowoso, kan sudah SSN dan SBI.. hehehe). setelah lulus dari SMPN 1 BONDOWOSO saya melanjutkan pendidikan ke MAN 1 SITUBONDO. Entahlah, apa yang menyebabkan saya masuk MAN. Itu adalah pilihan Mama. dan Sekarang saya belajar di UNIVERSITAS JEMBER Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mungkin  doa saya terkabul ya? Dulu sewaktu kecil saya bercita-cita ingin jadi Guru, makanya saya diterima di FKIP. :D
Eh iyya lupa. Foto diatas itu adalah foto saya sewaktu berumur 10 tahun kalau tidak salah. *Lupa. Foto itu diambil sewaktu saya mengisi acara Isra'Mi'raj. Waktu itu saya disuruh untuk berpidato. hihihi masih unyu2 yaa..
hmm apalagi ya yang ingin saya ceritakan.. kayaknya cuma ini dulu deehh.. nyambung lain kali yaa :) bye bye bye :) :)

Kamis, 30 Januari 2014

TUGAS MEMBUAT CERPEN



DI BALIK WAKTU
Tak ada yang lebih aneh daripada terbangun pada sebuah pagi menjelang siang dan mendapati dirinya penuh mengingat mimpi yang baru saja turun dalam lelap semenit yang lalu. Ia seorang siswa Madrasah Aliyah Negeri sekaligus santri di sebuah Pondok Pesantren yang tidak terlalu terkenal di sebuah Dataran rendah. Ia merupakan siswa yang rajin masuk sekolah dan Santri yang selalu taat kepada perintah ustadznya. Pagi itu dia bermimpi bertemu Muhammad. Bagaimana bisa?
Inilah yang dikerjakannya setiap hari. Berangkat sekolah terlambat, tidur di dalam kelas saat jam pelajaran berlangsung namun tak pernah absen saat jam sholat berjamaah dimulai. Teman satu bangkunya juga tak pernah tahu pasti apa alasan yang membuat dia bersikap seperti itu. Gendut. Teman-temannya memanggilnya demikian. Di pondok dan di sekolah nama itu cukup populer. Maklum jarak antara sekolah dan pondoknya sangat dekat. Sekitar 200 meter. Sebenarnya tubuhnya tidak terlalu gemuk. Anaknya tinggi dan berisi. Dibanding teman terdekatnya dialah yang paling besar. Mungkin karena itu dia dipanggil Gendut. Kulitnya coklat dan bersih, namun ada beberapa jerawat yang bermunculan di wajahnya. Rambut yang awut-awutan maskipun tertutupi peci, tetap saja nampak. Seragam yang digunakannya rapi, hanya saja tidak dimasukan jadi kerapiannya berkurang.
Pencerita mimpi pagi itu sangat baik kepada dirinya. Tentu saja ia heran, dirinya yang selama ini menganggap dunia zaman dulu abstrak. Dia harus menjadi seorang yang abstrak pula, tiba-tiba menjadi orang yang terpilih bertemu Rasulullah dalam mimpinya. Ia tak tahu apa artinya, tapi mimpi itu sangat jelas. Hanya satu yang tak jelas, omongan dan wajah  Muhammad.
Telah 5 tahun lebih dia menimba ilmu di Pondok pesantren. Pagi itu saat ia bermimpi bertemu Muhammad adalah hari dirinya tertidur pulas di kelas. Tak ada guru yang masuk ke kelas X2 saat itu. Bukan karena gurunya tak mau masuk, namun saat itu guru yang bersangkutan mendapatkan tugas keluar sekolah untuk mengikuti Diklat di Kabupaten. Kesempatan bagi si Gendut untuk mengisi hari itu dengan tidur di kelas. Dia akan terbangun pada pukul 11.30 siang nanti, saat jam sholat duhur berjamaah akan dimulai.
Namun tidak untuk hari ini, dia terbangun lebih awal. 10.30 dia sudah terbangun dari dunia mimpinya. Kelas sepi, tercium aroma tanah dengan denting gerimis yang terdengar hingga ke dalam kelas. Matanya terbuka, benar-benar kosong. Bukan mimpi. “kemana teman-teman? Apakah sekarang sekolah pulang lebih awal? Wah.. janagan-jangan aku telah ditinggal?” gumam gendut dalam hati. Lekas-lekas dia beranjak dari tempat tidurnya yang terbuat dari beberapa deret bangku dari beberapa temannya.
***
Saat terbangun, ia melihat pemandangan di balik pintu yang terbuka sedikit. Ia melihat pemandangan matahari kemerahan di balik jendela. Gerimis serta aroma tanah yang tercium semerbak hingga ke dalam rumah. Ia mengingat-ingat, apakah saat itu pagi atau senja. Usianya baru 7 tahun, tetapi ia sangat rajin. Apalagi urusan sekolah. Dia pasti nangis kalau bangun terlambat. Anti datang terlambat, tugas-tugas sekolah selalu dikerjakan tepat waktu. Ibunya tiba-tiba muncul di balik pintu kamarnya., “khol, bangun.. sudah pukul delapan.” Kini ia tahu, dirinya terbangun pada sebuah pagi di hari libur. Ia tak bergegas, mengingat-ingat mimpinya satu menit yang lalu. Sebuah mimpi yang jelas. Wajah Muhammad dalam mimpinya.
Sehabis mandi dan sarapan pagi, Kholidi kecil mengambil bola dan sepatu kesayangannya. Teman-temannya berteriak memanggil-manggil namanya di depan rumah. Mengajak pergi ke lapangan dekat suaru tempat dia belajar membaca al-quran disetiap senja. Meskipun gerimis, namun itu tak mengecilkan semangat kholidi untuk bermain bola bersama teman-temannya. Selesai bermain bola, ia tak langsung pulang melainkan masih bermain ke sawah dekat rumah salah seorang temannya. Di sana ia bisa menikmati buah jambu yang bisa memuaskan dahaganya setelah bermain bola hampir berjam-jam.
Dia diijinkan bermain di luar rumah dengan batas pada pukul setengah 2 dia harus di rumah. Jika tidak ibunya akan marah dan tidak mengijinkannya lagi bermain. Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Itu artinya dia harus segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, tanpa perintah dari sang ibu dia langsung mandi dan menuju tempat sholat. Setelah sholat duhur selesai dia melanjutkan dengan tidur siang. Kembali wajah itu hadir dalam tidurnya. Kini dia berpetualang jauh dalam dunia mimpinya.
“khol.. bangun. Ayo mandi. Sholat asar dulu, sebentar lagi magrib dan kamu harus segera ke surau” terdengar suara Bu Wati dari balik pintu membangunkan kholidi. Sore itu cuaca kembali mendung dan gerimispun mulai turun. Seperti biasa kholidi tak bergegas mandi. Dia masih kembali menerka-nerka apa yang ia lihat dalam mimpinya tadi.
Sehabis mandi, kholidi langsung menganbil sarung dan peci. Setelah sholat ashar, dia segera bergegas keluar rumah. Di depan teman-temannya sudah menunggu dan teriak-teriak memanggil namanya mengajak pergi ke surau berbarengan untuk mengaji. Kali ini, setelah selesai mengaji, ia tak langsung pulang. Bahkan saat teman-teman merayunya dengan segenggam petasan yang disembunyikan di balik sarung untung diledakkan di perempatan jalan. Kholidi tetap berada di suaru dan menunggu sepi., ingin berbicara dengan Ustadz Ahmad.
“ ustadz, saya bermimpi aneh sekali.”
“mimpi apa nak?”
“Muhammad”
“Kamu bermimpi bertemu Muhammad?”
Ia harus mengakui ada rasa bangga dan iri menyelip. Bahkan dirinya yang sudah berumur dan menganggap cukup taat, belum pernah mimpi bersua muhammad. “ bagaimana ia?”
“ia berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbahnya yang meneduhkan hati. Wajah yang becahaya pula yang memandang ke arah kami namun wajah itu tak jelas. Ia sepertinya terburu-buru pergi dengan menaiki buroq sehingga kami tidak jelas melihat wajahnya.” Kholidi mencoba menjelaskan mimipinya kepada pak ustadz.
“kami?” tanya pak ustadz semakin nampak penasaran.
“iya, saya dan sekelompok orang yang tidak saya kenal pak. Anehnya orang-orang yang bersama saya itu tak percaya bahwa ia adalah muhammad. Hanya seorang anak laki-laki yang duduk bersebelahan denganku yang mempercayainya. Dia seorang laki-laki yang cacat fisik, dia tidak bisa melihat.” Tegas kolidi kembali.
“seorang laki-laki yang tidak bisa melihat?” tanya ustadz setengah penasaran. Kholidi mengannguk yakin. “seperti apa buroq?”
“seperti  perahu”.
“darimana kamu tahu nak bahwa itu muhammad? Apakah kau sudah berkenalan?”
“feelingku mengatakan bahwa itu muhammad. Dan ciri-ciri yang ada pada dirinya mengatakan bahwa dia adalah muhammad.”
“terus darimana kamu tahu bahwa muhammad naik buroq? Bukan Perahu?”
“menurut cerita kakek begitu ustadz.” Tegas kholidi sambil tersenyum kecil.
***
Menjelang siang, siswa yang dipanggil gendut itu keluar kelas. Ternyata teman-temannya sedang bermain sepak bola. Wajar. Di Madrasah tempat dia menimba ilmu antara siswa laki-laki dan perempuan berlainan. Gedung madrasah siswa laki-laki berada di sebelah barat pondok dan gedung Madrasah siswa perempuan berada di sebelah timur pondok. Tidak semua teman-temannya bermain sepak bola. Ada yang menjadi sporter. Yang pasti mereka bermain bola bergantian. Namun, kholidi lebih memilih duduk termenung di depan kelas sambil mengingat-ingat mimpinya tadi. Ada sekelompok orang dan anak laki-laki yang tak bisa melihat yang percaya bahwa lelaki yang berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbah yang meneduhkan hati serta terburu-buru pergi dengan menaiki buroq itu adalah muhammad. Usai merenung tak terasa suara adzan duhur sudah berkumandang. Dia langsung bergegas ke mushola sekolah untuk menunaikan sholat duhur berjamaah dengan temannya. Teman-teman yang bermain bolapun sudah bubar. Saat itu adalah jadwal dia menjadi imam di mushola.
Rupanya benar, hari itu sekolah pulang lebih awal. Sekolah yang biasanya pulang pada jam 14.15 kini pulang pada pukul 13.30.Gendut pulang bersama-sama temannya menuju pondok. Sesampainya di pondok dia langsung melanjutkan tidur tanpa melepas seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Tidurnya semakin lelap saat hujan turun menemani tidur siangnya. Membuainya dalam dunia mimpi. Dia mencoba mengatur posisi tidurnya sembari menyeret selimut untuk menutupi kakinya yang mulai terasa dingin akibat udara siang itu. Hujan turun yang semula deras kini telah mulai reda. Meskipun tak sepenuhnya reda, setidaknya masih tertinggal gerimis-gerimis yang menjadi saksi kerinduan langit pada bunda pertiwi. Semakin sore udara dingin semakin menusuk hingga keseluruh tubuh. Gendut dibangunkan oleh teman akrabnya, fauzi.
.” ndut.. bangun. Kamu belum sholat ashar. Sebentar lagi magrib dan kita harus bergegas menuju masjid untuk sholat berjamaah” seru Fauzi sambil menata buku-buku yang berserakan di kamarnya. Mereka berdua sekamar sejak awal mondok.
Gendut yang masih kehilangan separuh sukmanya hanya duduk termenung. Rupanya wajah muhammad kembali menghadiri mimpinya lagi. Dia menerka-nerka pa yang ada dalam mimpinya tadi dan apa artinya. Setelah sukmanya terkumpul. Gendut langsung menuju kamar mandi. Dia terpaksa mandi sore itu meskipun dingin menemaninya. Jika tidak, dia akan didera gatal-gatal. Sholat ashar telah usai. Gendut bersama fauzi bersama-sama menuju masjid untuk sholat berjamaah dengan seluruh santri yang ada di Pondok pesantren tersebut.
***

Kholidi tahu, kebutaan yang dialami laki-laki yang ada di sampingnya saat bertemu muhammad itu telah mengingatkannya pada Almarhum Ayahnya yang meninggal 2 tahun silam waktu dia berumur 5 tahun. Setahu kholidi, ibunya sering merasa kasihan dan meneteskan air mata saat melihat ayahnya apalagi saat ayahnya terjatuh di kamar mandi hingga sampai merenggut nyawanya. Seakan-akan air mata ibu tak pernah kering. Air mata itu selalu mengalir disetiap sujudnya. Ibu tak pernah lupa untuk selalu mendoakan ayah agar senantiasa diberi tempat yang indah di sisi_Nya.
Di kamarnya yang kecil. Kholidi mencoba menggambarkan apa yang ada pada mimpinya. Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah perahu yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
***
Setelah sholat magrib berjamaah. Seluruh santri mengambil al-quan masing-masing dan membacanya dengan kusyuk. Begitu juga dengan si Gendut dan fauzi. Mereka terlihat duduk bersebelahan di teras masjid sambil membaca al-quran. Sembari menunggu adzan isyak berkumandang, Gendut mengambil selembar kertas dan sebuah pensil. Lalu dia mulai menggambar apa yang ada di mimpinya tadi.
Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu Gendut juga menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
“zi.. menurut kamu, gambar apa ni?” tanya Gendut kepada fauzi.
“gambar apaan ini ndut? Kamu rindu TK ya? Apa jangan-jangan kamu kurang dulu waktu sekolah TK.” Ledek fauzi kepadaGendut yang hanya tersenyum kecil.
“aku serius zi, menurut kamu,. Gambar apa ini?” tanya Gendut sekali lagi.
“itu kan gambarnya nelayan yang lagi mau menuju laut untuk mencari ikan dengan lampu petromak di atas perahunya.” Jawab fauzi setengah meledek.
“nelayan ya?” gendut hanya mampu tersenyum mendengar jawaban temannya.
Adzan isyak telah berkumandang. Tanda waktu sholat telah masuk. Mereka berdua meletakkan al-quran kembali di tempatnya dan Gendut menyelipkan gambarnya di dalam al-quran. Setelah sholat usai, mereka tak langsung kembali ke kamar. Mereka harus mengikuti pengkajian kitab Riyadussolihin yang dipimpin oleh KH.Ghofur.
Sepertinya malam itu tak ada bintang yang nampak di langit. Hanya sekumpulan awan yang menutupi langit. Sehingga malam buram menemani mereka. Sepulang dari masjid mereka bergegas menuju dapur santri. Di sana telah tersedia makan malam yang telah di siapkan oleh juru masak pondok. Mereka makan dengan lahapnya. Sejak tadi siang mereka belum makan. Makan terakhir di sekolah. Itupun mie instan. Lelah dan kantuk sudah menghampiri mereka. Namun masih ada tugas sekolah yang belum mereka kerjakan. Terpaksa mereka tidur larut malam untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Buat fauzi tidak masalah. Dia tergolong santri yang tahan dan terbiasa dengan keadaan yang seperti itu, tidak buat si Gendut. Memang dia mengerjakan tugas-tugas sekolahnya namun pasti dia akan terlambat ke sekolah dan tertidur di kelas nanti.
Tumben. Pagi ini si Gendut bangun lebih awal dan bergegas untuk sekolah. Saat akan berangkat sekolah dia menerima surat. Dibukanya surat tersebut. Dari ibu rupanya. Sudah hampir 5 tahun Gendut tidak pulang ke rumahnya dan ibunya juga tidak pernah menjenguknya di pondok. Itu karena sang ibu sibuk mengurus tanaman tembakaunya. Ibunya bertanya apakah liburan semester ini ia akan pulang ke rumah ataukah menetap di pondok. Gendut berfikir, jika dia pulang di rumah pasti tidak akan banyak membantu. Daripada di rumah hanya makan, tidur dan nonton TV, lebih baik di pondok, memperdalam ilmu agama, membantu ustadz menanam melon. Bukan hanya itu saja,uang untuk transportasi pulangpun tidak cukup. Daripada harus meminta kiriman uang untuk pulang, lebih baik menetap saja. Sebelum berangkat ke sekolah, Gendut menyempatkan membalas surat dari ibunya dan menitipkannya kepada pihak pondok untuk dikirimkan.
***
Malam berikutnya sepulang dari surau, kholidi kecil menunjukkan gambarnya kepada ibunya.
“gambar apa ini? Ibu ndak ngerti.”
“ini gambar mimpiku bu.”
“mimpi apa? kamu bemimpi menjadi nelayan nak?”
“Ini Muhammad bu,” katanya menunjuk mimbar tempat pria itu berdiri dan cahaya yang melingkar di atas kepalanya.
“kapan kamu mimpi ini?”
“kemarin waktu tidur setelah sholat subuh dan tidur siang bu.”
Ibunya terharu, mengelus pelan rambut anaknya. Seperti biasa, setiap senja tiba. Kholidi harus bergegas menuju surau untuk mengaji. Selesai mengaji dia tak langsung pulang melainkan menunjukkan gambarnya kepada pak ustadz. Bukan hanya ke pak ustadz, namun gambar itu ditunjukkan dan dijelaskan kepada teman-temannya. Ia menjelaskan kepada teman-temannya bahwa gambar itu adalah gambar Muhammad yang sedang berkhutbah di masjid dan pergi dengan menaiki buroq.
“kholidi, hanya orang-orang terpilih yang bisa bermimpi bertemu Muhammad.” Ujar ustadz.
“apakah itu berarti aku termasuk orang yang terpilih?”
“kamu yakin tak berbohong dengan cerita mimpimu itu? Berbohong itu dosa.”
Teman-teman yang tadinya antusias mendengar cerita kholidi tentang Muhammad kini menjadi terdiam. Memandang bergantian antara Kholidi dan ustadz. Kholidi kecewa akan perkataan ustadznya. Ia mengambil gambar itu.
Kholidi kecil pergi dari surau dan tak pernah datang lagi untuk mengaji. Gambar itu diletakkannya di atas meja begitu saja. Ia tak pernah menyentunya lagi hingga gambar itu hilang entah kemana. Kholidi sekarang lebih senang membuat gambar-gambar di bukunya. Bukan hanya di buku gambarnya, buku tulis sekolah juga ia gambari. Ia tak hanya menggambar sawah, gunung, rumah. Kini, gambar-gambarnya semakin sulit di tebak dan tak beraturan. Kholidipun menjadidi pendiam hingga dia bercita-cita untuk menimba ilmu di pesantren jika sudah menginjak Sekolah Menengah. Impiannya tercapai, ibunya mengijinkan ia mondok yang letaknya cukup jauh dari rumahnya.
***
                 Pagi ini semangat nampak jelas di muka gendut. Rapi dan tak terlihat kekusutan yang biasa nampak di mukanya. Semester 1. Ya ujian semester 1 yang membuat dia semangat. Nampak seluruh siswa kelas X,XI,dan XII mulai sibuk mencari ruangan ujiannya. Gendut sendiri berada di ruang 1. Ruangannya tepat bersebelahan dengan ruang Wakasis. Di sana dia duduk dengan kakak kelas, kelas XI. Gendut terlihat serius mengerjakan soal ujiannya. Entahlah diisi apa soal itu. Seperti yang telah diketahui. Gendut males-malesan kalau di suruh belajar. Kecuali ada PR. Nampak sekali raut muka yang penuh keseriusan. Kesulitan nampaknya di alami Kholidi dalam memecahkan soal Matematika pagi itu. Mau bagaimana lagi? Bisa tidak bisa dia harus mengerjakan seluruh soal ujian hari itu.
                 Seminggu sudah berlalu ujian semester. Gendut  tidak bisa tenang-tenang saja. Masih ada masa remidi. Semoga tak ada mata pelajaran yang remidi. Dia berdoa penuh harap. Setelah semua mata pelajaran di umumkan, ternyata gendut lulus. Dia tidak remidi sama sekali. Senang sekali rasanya bisa memberi kabar yang menggembirakan hati ibunya. Kini dia dilanda kegalauan. Antara pulang atau tidak pada semester ini. Sudah  5 tahun dia tidak pulang. Rindu ibu dan teman-teman masa kecilnya. Ternyata rencana awal dia untuk tidak pulang semester ini berubah. Dia memutuskan untuk pulang. Meskipun ongkos buat pulang kurang, dia dengan berat hati mengambil beberapa dari tabungannya.
Sesampainya di rumah ia mengetok-ngetok pintu namun tak ada jawaban dari dalam. Dia langsung masuk karena kebetulan pintu rumah tidak dikunci. Seorang perempuan paruh baya berjilbab, tertidur di kursi panjang yang tak bisa disebut sofa dengan sebuah bantal tipis menyangga lehernya. Selembar kertas bergambar Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya. Berada didekapannya. Bertahun-tahun anaknya menimba ilmu tak pernah tahu, bahwa ibunya masih menyimpan gambar itu. “ibu..kholid pulang.”

Selasa, 28 Januari 2014

Hakikat Cinta Menurut Islam

Cinta merupakan hal yang mendasar dalam hidup ini, terkadang cinta membawa bahagia bagi manusia, dan dapat pula berubah menjadi prahara. Cinta adalah instrumen untuk mencapai tujuan, pada dasarnya cinta adalah netral, tetapi terpulang siapakah yang mengemudi cinta itu sendiri, jiwa nafsu syahwat yang mendominasi maka wajarlah cinta itu akan berakhir dengan kebinasaan, tetapi ketika cinta yang bertaburan dengan bunga iman kepada Allah maka cinta adalah pengikat antara manusia dengan tuhannya, sehingga akan menjadikan dia ikhlas beribadah. Dalam mendefinisikan cinta, banyak dari para pemikir, mengkiaskan makna cinta dalam kata-katanya, Al-Ashma’i  berkata, saya pernah bertanya kepada seorang arab badui tentang cinta. Dia menjawab, “cinta itu tersembunyi di dalam batu. Apabila dinyalakan, ia akan tampak. Namun apabila dibiarkan, ia pun sembunyi di dalamnya”. menurut ibnu Al-Qoyyim, orang-orang berakal sepakat mencela orang yang mencintai sesuatu, yang membuat dirinya celaka karena kecintaanya itu. Cinta adalah fitrah yang dianugerahkan Allah kepada para Mahklukya.
Lantas bagaimana islam menyikapi emosi cinta yang selalu membawa kebahagiaan, namun sering juga membawa malapetaka bagi pecinta maupun yang dicintainya, adakah cinta  yang sejati, dan bagaimana pula pengaruhnya terhadap manusia. masalah inilah yang saya akan  paparkan dalam artikel ini.
Hadits Tentang Hakikat Cinta
Memaknai cinta yang sebenarnya, tentu kita harus mengambil dari sumber yang yang benar pula, yakni Al-Qur’an dan Hadits, ada  beberapa makna cinta dalam hadits (cinta kepada sesama, cinta kepada lawan jenis, dan cinta kepada Allah) Berikut ini:
1. Cinta kepada sesama 
Di antara langkah syaitan dalam menggoda dan menjerumuskan manusia adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama umat Islam. Ironinya, banyak umat Islam terpedaya mengikuti langkah langkah syaitan itu. Mereka menghindar dan tidak menyapa saudaranya sesama muslim tanpa sebab yang dibenarkan syara’. Misalnya karena percekcokan masalah harta atau karena situasi buruk lainnya.  Terkadang, putusnya hubungan tersebut langsung terus hingga setahun. Bahkan ada yang sumpah untuk tidak mengajaknya bicara selama-lamanya, atau bernadzar untuk tidak menginjak rumahnya. Jika secara tidak sengaja berpapasan di jalan ia segera membuang muka. Jika bertemu di suatu majlis ia hanya menyalami yang sebelum dan sesudahnya dan sengaja melewatinya. Inilah salah satu sebab  kelemahan dalam masyarakat Islam. Karena itu, hukum syariat dalam masalah tersebut amat tegas dan ancamanya pun sangat keras.
Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak halal seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari, barang siapa memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal maka ia masuk neraka”  (HR: Abu Dawud, 5/215, Shahihul Jami’: 7635)
Abu khirasy Al Aslami Radhiallahu’anhu berkata, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa memutus hubungan dengan saudaranya selama setahun maka ia seperti mengalirkan darahnya (membunuhnya) “ (HR: Al Bukhari Dalam Adbul Mufrad no : 406, dalam Shahihul Jami’: 6557)
Untuk membuktikan betapa buruknya memutuskan hubungan antara sesama muslim cukuplah dengan mengetahui bahwa Alloh menolak memberikan ampunan kepada mereka. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “semua amal manusia diperlihatkan (kepada Allah) pada setiap Jum’at (setiap pekan) dua kali; hari senin dan hari kamis. Maka setiap hamba yang beriman diampuni (dosanya) kecuali hamba yang di antara dirinya dengan saudaranya ada permusuhan. Difirmankan kepada malaikat :” tinggalkanlah atau tangguhkanlah (pengampunan untuk) dua orang ini sehingga keduanya kembali berdamai” (HR: Muslim: 4/1988)
Jika salah seorang dari keduanya bertaubat kepada Alloh, ia harus bersilaturrahim kepada kawannya dan memberinya salam. Jika ia telah melakukannya, tetapi sang kawan menolak maka ia telah lepas dari tanggungan dosa, adapun kawannya yang menolak damai, maka dosa tetap ada padanya.
Abu Ayyub Radhiallahu’anhu meriwayatkan, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Tidak halal bagi seorang laki-laki memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga malam. Saling berpapasan tapi yang ini memalingkan muka dan yang itu (juga) membuang muka. Yang terbaik di antara keduanya yaitu yang memulai salam” (HR: Bukhari, Fathul Bari: 10/492)
Tetapi jika ada alasan yang dibenarkan, seperti karena ia meninggalkan shalat, atau terus menerus melakukan maksiat sedang pemutusan hubungan itu berguna bagi yang bersangkutan misalnya membuatnya kembali kepada kebenaran atau membuatnya merasa bersalah maka pemutusan hubungan itu hukumnya menjadi wajib. Tetapi jika tidak mengubah keadaan dan ia malah berpaling, membangkang, menjauh, menantang, dan menambah dosa maka ia tidak boleh memutuskan hubungan dengannya. Sebab perbuatan itu tidak membuahkan maslahat tetapi malah mendatangkan madharat. Dalam keadaan seperti ini, sikap yang benar adalah terus-menerus berbuat baik dengannya menasehati, dan mengingatkannya.
2. Cinta Kepada lawan Jenis
Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Agama islam mengakui adanya cinta terhadap lawan jenis sebagi iringan motivasi seksual, karena itu merupakan emosi fitrah manusia, selama sesuai dengan cara yang telah disyariatkan, yaitu menikah.
3. Cinta Kepada Allah dan Rasul
Mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah dengan meneladani petunjuk dan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan berusaha mempelajari dan mengamalkannya dengan baik. Dan bukanlah mencintai dan mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dengan mengatasnamakan cinta kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau memuji dan mensifati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berlebihan, dengan menempatkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi kedudukan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tempatkan beliau padanya.
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memuji diriku secara berlebihan dan melampaui batas, sebagaimana orang-orang nasrani melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah: hamba Allah dan Rasul-Nya.
Inilah makna cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini, para sahabat radhiallahu ‘anhum. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Tidak ada seorangpun yang paling dicintai oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi jika mereka melihat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tidak berdiri (untuk menghormati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci perbuatan tersebut. Hadits lainnya yang mengungkapkan keutamaan cinta kepada Allah dan Rasu-Nya, adalah:
Rasulullah SAW bersabda, ”tiga golongan yan akan merasakan manisnya iman yaitu: golongan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari apapun, golongan yang tidak mencintai orang lain melainkan hanya karena Allah, dan golongan yang tidak kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak ingin dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim, At-Tirmidzi, serta An-Nasa’i, dari Anas)
Nabi SAW menjelaskan bahwa ada tiga hal yang apabila diamalkan oleh seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman. Manis disini menunjukkan arti nikmat, senang, suka terhadap iman. Apabila seseorang merasa nikmat terhadap sesuatu maka ia tidak akan rela apabila sesuatu itu lepas dan hilang dari dirinya, apalagi kenikmatan itu adalah kenikmatan iman, suatu anugerah terbesar yang seharusnya kita syukuri dan harus benar-benar dipertahankan sampai akhir hayat kita. Jika kita berhasil mempertahankan iman sampai ajal menjemput, maka demi Allah, surga telah menanti kita. 
Makna Cinta Dalam Perspektif Psikologi
Dari paparan diatas, mengenai hadits tentang cinta, jika ditinjau dari sisi psikologis pada manusia dapat di lihat manfaatnya sebagai berikut:
1.  Cinta kepada sesama. Manusia adalah makhluk sosial, mustahil rasanya jika manusia mampu untuk hidup  sendiri, manusia terlahir di dunia dengan segala kebatasan pada kemampuannya, dan di anugerahi dengan segala kelebihannya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya dalam bentuk sebuah masyarakat. Dalam hal ini, Cinta kepada sesama, merupakan hal yang mendasar dalam mengatur interaksi seseorang dengan yang lainnya, dari faktor cinta inilah timbulnya rasa kemanusiaan pada diri seseorang, ia dengan senang hati untuk menolong orang lain hanya karena-Nya. Timbulnya rasa solidaritas antar sesama manusia, sebenarnya berasal dari rasa cinta yang melahirkan empati terhadap sesama.
2. Cinta kepada lawan jenis. islam sebagai agama yang sempurna,  memperhatikan juga aspek-aspek  duniawi dan sekaligus memberi solusinya. Dalam hal cinta kepada lawan jenis, islam memandangnya sebagai fitrah, manusia dibekali rasa cinta kepada lawan jenis untuk memotivasi memperbanyak keturunan, tetapi islam juga memberi rambu-rambu atas cinta kepada lawan jenis ini, dengan solusinya adalah dengan membangun keluarga dengan jalan menikah.  Islam mengecam perzinaan, tetapi sangat menganjurkan untuk menikah bagi yang mampu secara fisik dan psikis, andaikata tidak atau belum mampu menikah, islam mengajurkan untuk berpuasa dan menahan diri dari segala hal yang membangkitkan syahwat.
3. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
Menurut utsman najati,  cinta kepada Allah merupakan bentuk tertinggi dari rasa cinta yang ada pada diri manusia. Jika kita mau melihat realita, banyak gangguan jiwa berawal dari rasa cinta yang tinggi kepada hal-hal yang bersifat materi, misalnya rasa cinta kepada kekasih (suami atau istri), cinta kepada harta, cinta kepada pekerjaan dan rasa cinta yang semisalnya. Yang mengakibatkan seseorang terus memuaskan rasa cintanya –yang pada hakikatnya tidak akan pernah terpuaskan—  dengan berlebihan. Pada akhirnya, hanya kekecewaan yang ia dapatkan karena cintanya itu bisa saja bertepuk sebelah tangan ataupun cinta itu hanya semu dan nisbi. Jika kondisi ini terus menerus terjadi dan ia terus terombang ambing dalam kesedihan yang mendalam maka sederet gangguan jiwa menantinya.
Cinta kepada Allah yang di refleksikan dalam rasa pengharapan yang tinggi kepada-Nya, menumbuhkan sikap pasrah dan ridho kepadanya, semua yang terjadi terhadapnya akan dihadapi dengan lapang dada, sehingga menimbulkan optimistis, rasa syukur atas nikmatnya, karena semua yang terjadi padanya pasti ada hikmah  yang cukup besar bagi dirinya, hal inilah yang menjadikan seseorang, selalu dalam keadaan tenang dan bahagia.
Kesimpulan
Setelah membicarakan tentang hakikat cinta yang, hendaknya kita menyadari bahwa, cinta kepada dunia dan seisinya adalah nisbi dan relatif. Cinta yang sejati adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Cinta kepada Allah dan Rasulnya yang di refleksikan dalam rasa pengharapan yang tinggi kepada-Nya, menumbuhkan sikap pasrah dan ridho kepadanya, semua yang terjadi terhadapnya akan terima dengan lapang dada, sehingga menimbulkan optimistis, rasa syukur atas nikmatnya, karena semua yang terjadi padanya pasti ada hikmah  yang cukup besar bagi dirinya, hal inilah yang menjadikan seseorang, selalu dalam keadaan tenang dan bahagia.
Sumber Bacaan:
Najati, Muhammad Utsman. 2006. Ilmu Jiwa Dalam Al-Qur’an (Terj). Jakarta: Pustaka Azzam.
http://buletin.muslim.or.id/akhlaq/cinta-bukanlah-disalurkan-lewat-pacaran

IKHLAS

Ikhlas itu kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Karena itu, kita perlu belajar dan membiasakan diri menjadi mukhlis (orang yang ikhlas).

Dari segi bahasa, ikhlas itu mengandung makna memurnikan dari kotoran, membebaskan diri dari segala yang merusak niat dan tujuan kita dalam melakukan suatu amalan.

Ikhlas juga mengandung arti meniadakan segala penyakit hati, seperti syirik, riya, munafik, dan takabur dalam ibadah. Ibadah yang ikhlas adalah ibadah yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT.

Ungkapan “semata-mata karena Allah SWT” setidaknya mengandung tiga dimensi penghambaan, yaitu niatnya benar karena Allah (shalih al-niyyat), sesuai tata caranya (shalih al-kaifiyyat), dan tujuannya untuk mencari rida Allah SWT (shalih al-ghayat), bukan karena mengharap pujian, sanjungan, apresiasi, dan balasan dari selain Allah SWT.

Beribadah secara ikhlas merupakan dambaan setiap Mukmin yang saleh karena ikhlas mengantarkannya untuk benar-benar hanya menyembah atau beribadah kepada Allah SWT, tidak menyekutukan atau menuhankan selain- Nya. “Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (QS An-Nisa’ [4]: 36).

Jika ikhlas sudah menjadi karakter hati dalam beramal ibadah, niscaya keberagamaan kita menjadi lurus, benar, dan istiqamah (konsisten). (QS Al-Bayyinah [98]: 5). Selain kunci diterima tidaknya amal ibadah kita oleh Allah SWT, ikhlas juga membuat “kinerja” kita bermakna dan tidak sia-sia. Kinerja yang bermakna adalah kinerja yang berangkat dari hati yang ikhlas.

Menurut Imam Al-Ghazali, peringkat ikhlas itu ada tiga. Pertama, ikhlas awam yakni ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan takut kepada siksa-Nya dan masih mengharapkan pahala dari-Nya.

Kedua, ikhlash khawas,ialah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena dimotivasi oleh harapan agar menjadi hamba yang lebih dekat dengan-Nya dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan “sesuatu” dari-Nya.

Ketiga, ikhlash khawas al-khawas adalah ikhlas dalam beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang tulus dan keinsyafan yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Dia-lah Tuhan yang Mahasegala-galanya.

Ikhlas merupakan komitmen ter ting gi yang seharusnya ditambatkan oleh setiap Mukmin dalam hatinya: sebuah komitmen tulus ikhlas yang sering dinyatakan dalam doa iftitah. (Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Tuhan semesta alam). (QS Al-An’am [6]: 162).

Sifat dan perbuatan hati yang ikhlas itu merupakan perisai moral yang dapat menjauhkan diri dari godaan setan (Iblis). Menurut At-Thabari, hamba yang mukhlis adalah orang-orang Mukmin yang benar-benar tulus sepenuh hati dalam beribadah kepada Allah, sehingga hati yang murni dan benar-benar tulus itu menjadi tidak mempan dibujuk rayu dan diprovokasi setan.

Ikhlas sejatinya juga merupakan “benteng pertahanan” mental spiritual Mukmin dari kebinasaan atau kesia-siaan dalam menjalani kehidupan. Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah berujar, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang meng isi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tetapi tidak bermanfaat.”