DI
BALIK WAKTU
Tak
ada yang lebih aneh daripada terbangun pada sebuah pagi menjelang siang dan
mendapati dirinya penuh mengingat mimpi yang baru saja turun dalam lelap
semenit yang lalu. Ia seorang siswa Madrasah Aliyah Negeri sekaligus santri di
sebuah Pondok Pesantren yang tidak terlalu terkenal di sebuah Dataran rendah.
Ia merupakan siswa yang rajin masuk sekolah dan Santri yang selalu taat kepada
perintah ustadznya. Pagi itu dia bermimpi bertemu Muhammad. Bagaimana bisa?
Inilah
yang dikerjakannya setiap hari. Berangkat sekolah terlambat, tidur di dalam
kelas saat jam pelajaran berlangsung namun tak pernah absen saat jam sholat
berjamaah dimulai. Teman satu bangkunya juga tak pernah tahu pasti apa alasan
yang membuat dia bersikap seperti itu. Gendut. Teman-temannya memanggilnya
demikian. Di pondok dan di sekolah nama itu cukup populer. Maklum jarak antara
sekolah dan pondoknya sangat dekat. Sekitar 200 meter. Sebenarnya tubuhnya
tidak terlalu gemuk. Anaknya tinggi dan berisi. Dibanding teman terdekatnya
dialah yang paling besar. Mungkin karena itu dia dipanggil Gendut. Kulitnya
coklat dan bersih, namun ada beberapa jerawat yang bermunculan di wajahnya.
Rambut yang awut-awutan maskipun tertutupi peci, tetap saja nampak. Seragam
yang digunakannya rapi, hanya saja tidak dimasukan jadi kerapiannya berkurang.
Pencerita
mimpi pagi itu sangat baik kepada dirinya. Tentu saja ia heran, dirinya yang
selama ini menganggap dunia zaman dulu abstrak. Dia harus menjadi seorang yang
abstrak pula, tiba-tiba menjadi orang yang terpilih bertemu Rasulullah dalam
mimpinya. Ia tak tahu apa artinya, tapi mimpi itu sangat jelas. Hanya satu yang
tak jelas, omongan dan wajah Muhammad.
Telah
5 tahun lebih dia menimba ilmu di Pondok pesantren. Pagi itu saat ia bermimpi
bertemu Muhammad adalah hari dirinya tertidur pulas di kelas. Tak ada guru yang
masuk ke kelas X2 saat itu. Bukan karena gurunya tak mau masuk, namun saat itu
guru yang bersangkutan mendapatkan tugas keluar sekolah untuk mengikuti Diklat
di Kabupaten. Kesempatan bagi si Gendut untuk mengisi hari itu dengan tidur di
kelas. Dia akan terbangun pada pukul 11.30 siang nanti, saat jam sholat duhur
berjamaah akan dimulai.
Namun
tidak untuk hari ini, dia terbangun lebih awal. 10.30 dia sudah terbangun dari
dunia mimpinya. Kelas sepi, tercium aroma tanah dengan denting gerimis yang
terdengar hingga ke dalam kelas. Matanya terbuka, benar-benar kosong. Bukan
mimpi. “kemana teman-teman? Apakah sekarang sekolah pulang lebih awal? Wah..
janagan-jangan aku telah ditinggal?” gumam gendut dalam hati. Lekas-lekas dia
beranjak dari tempat tidurnya yang terbuat dari beberapa deret bangku dari
beberapa temannya.
***
Saat
terbangun, ia melihat pemandangan di balik pintu yang terbuka sedikit. Ia
melihat pemandangan matahari kemerahan di balik jendela. Gerimis serta aroma
tanah yang tercium semerbak hingga ke dalam rumah. Ia mengingat-ingat, apakah
saat itu pagi atau senja. Usianya baru 7 tahun, tetapi ia sangat rajin. Apalagi
urusan sekolah. Dia pasti nangis kalau bangun terlambat. Anti datang terlambat,
tugas-tugas sekolah selalu dikerjakan tepat waktu. Ibunya tiba-tiba muncul di
balik pintu kamarnya., “khol, bangun.. sudah pukul delapan.” Kini ia tahu,
dirinya terbangun pada sebuah pagi di hari libur. Ia tak bergegas,
mengingat-ingat mimpinya satu menit yang lalu. Sebuah mimpi yang jelas. Wajah Muhammad
dalam mimpinya.
Sehabis
mandi dan sarapan pagi, Kholidi kecil mengambil bola dan sepatu kesayangannya.
Teman-temannya berteriak memanggil-manggil namanya di depan rumah. Mengajak
pergi ke lapangan dekat suaru tempat dia belajar membaca al-quran disetiap
senja. Meskipun gerimis, namun itu tak mengecilkan semangat kholidi untuk
bermain bola bersama teman-temannya. Selesai bermain bola, ia tak langsung
pulang melainkan masih bermain ke sawah dekat rumah salah seorang temannya. Di
sana ia bisa menikmati buah jambu yang bisa memuaskan dahaganya setelah bermain
bola hampir berjam-jam.
Dia
diijinkan bermain di luar rumah dengan batas pada pukul setengah 2 dia harus di
rumah. Jika tidak ibunya akan marah dan tidak mengijinkannya lagi bermain. Jam
sudah menunjukkan pukul 1 siang. Itu artinya dia harus segera pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, tanpa perintah dari sang ibu dia langsung mandi dan
menuju tempat sholat. Setelah sholat duhur selesai dia melanjutkan dengan tidur
siang. Kembali wajah itu hadir dalam tidurnya. Kini dia berpetualang jauh dalam
dunia mimpinya.
“khol..
bangun. Ayo mandi. Sholat asar dulu, sebentar lagi magrib dan kamu harus segera
ke surau” terdengar suara Bu Wati dari balik pintu membangunkan kholidi. Sore
itu cuaca kembali mendung dan gerimispun mulai turun. Seperti biasa kholidi tak
bergegas mandi. Dia masih kembali menerka-nerka apa yang ia lihat dalam
mimpinya tadi.
Sehabis
mandi, kholidi langsung menganbil sarung dan peci. Setelah sholat ashar, dia
segera bergegas keluar rumah. Di depan teman-temannya sudah menunggu dan
teriak-teriak memanggil namanya mengajak pergi ke surau berbarengan untuk
mengaji. Kali ini, setelah selesai mengaji, ia tak langsung pulang. Bahkan saat
teman-teman merayunya dengan segenggam petasan yang disembunyikan di balik
sarung untung diledakkan di perempatan jalan. Kholidi tetap berada di suaru dan
menunggu sepi., ingin berbicara dengan Ustadz Ahmad.
“
ustadz, saya bermimpi aneh sekali.”
“mimpi
apa nak?”
“Muhammad”
“Kamu
bermimpi bertemu Muhammad?”
Ia
harus mengakui ada rasa bangga dan iri menyelip. Bahkan dirinya yang sudah
berumur dan menganggap cukup taat, belum pernah mimpi bersua muhammad. “
bagaimana ia?”
“ia
berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbahnya yang meneduhkan hati.
Wajah yang becahaya pula yang memandang ke arah kami namun wajah itu tak jelas.
Ia sepertinya terburu-buru pergi dengan menaiki buroq sehingga kami tidak jelas
melihat wajahnya.” Kholidi mencoba menjelaskan mimipinya kepada pak ustadz.
“kami?”
tanya pak ustadz semakin nampak penasaran.
“iya,
saya dan sekelompok orang yang tidak saya kenal pak. Anehnya orang-orang yang
bersama saya itu tak percaya bahwa ia adalah muhammad. Hanya seorang anak
laki-laki yang duduk bersebelahan denganku yang mempercayainya. Dia seorang
laki-laki yang cacat fisik, dia tidak bisa melihat.” Tegas kolidi kembali.
“seorang
laki-laki yang tidak bisa melihat?” tanya ustadz setengah penasaran. Kholidi
mengannguk yakin. “seperti apa buroq?”
“seperti perahu”.
“darimana
kamu tahu nak bahwa itu muhammad? Apakah kau sudah berkenalan?”
“feelingku
mengatakan bahwa itu muhammad. Dan ciri-ciri yang ada pada dirinya mengatakan
bahwa dia adalah muhammad.”
“terus
darimana kamu tahu bahwa muhammad naik buroq? Bukan Perahu?”
“menurut
cerita kakek begitu ustadz.” Tegas kholidi sambil tersenyum kecil.
***
Menjelang
siang, siswa yang dipanggil gendut itu keluar kelas. Ternyata teman-temannya
sedang bermain sepak bola. Wajar. Di Madrasah tempat dia menimba ilmu antara
siswa laki-laki dan perempuan berlainan. Gedung madrasah siswa laki-laki berada
di sebelah barat pondok dan gedung Madrasah siswa perempuan berada di sebelah
timur pondok. Tidak semua teman-temannya bermain sepak bola. Ada yang menjadi
sporter. Yang pasti mereka bermain bola bergantian. Namun, kholidi lebih
memilih duduk termenung di depan kelas sambil mengingat-ingat mimpinya tadi.
Ada sekelompok orang dan anak laki-laki yang tak bisa melihat yang percaya
bahwa lelaki yang berdiri di atas mimbar yang bercahaya dengan khutbah yang
meneduhkan hati serta terburu-buru pergi dengan menaiki buroq itu adalah
muhammad. Usai merenung tak terasa suara adzan duhur sudah berkumandang. Dia
langsung bergegas ke mushola sekolah untuk menunaikan sholat duhur berjamaah
dengan temannya. Teman-teman yang bermain bolapun sudah bubar. Saat itu adalah
jadwal dia menjadi imam di mushola.
Rupanya
benar, hari itu sekolah pulang lebih awal. Sekolah yang biasanya pulang pada
jam 14.15 kini pulang pada pukul 13.30.Gendut pulang bersama-sama temannya
menuju pondok. Sesampainya di pondok dia langsung melanjutkan tidur tanpa
melepas seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Tidurnya semakin lelap
saat hujan turun menemani tidur siangnya. Membuainya dalam dunia mimpi. Dia
mencoba mengatur posisi tidurnya sembari menyeret selimut untuk menutupi
kakinya yang mulai terasa dingin akibat udara siang itu. Hujan turun yang
semula deras kini telah mulai reda. Meskipun tak sepenuhnya reda, setidaknya
masih tertinggal gerimis-gerimis yang menjadi saksi kerinduan langit pada bunda
pertiwi. Semakin sore udara dingin semakin menusuk hingga keseluruh tubuh.
Gendut dibangunkan oleh teman akrabnya, fauzi.
.”
ndut.. bangun. Kamu belum sholat ashar. Sebentar lagi magrib dan kita harus
bergegas menuju masjid untuk sholat berjamaah” seru Fauzi sambil menata
buku-buku yang berserakan di kamarnya. Mereka berdua sekamar sejak awal mondok.
Gendut
yang masih kehilangan separuh sukmanya hanya duduk termenung. Rupanya wajah
muhammad kembali menghadiri mimpinya lagi. Dia menerka-nerka pa yang ada dalam
mimpinya tadi dan apa artinya. Setelah sukmanya terkumpul. Gendut langsung
menuju kamar mandi. Dia terpaksa mandi sore itu meskipun dingin menemaninya.
Jika tidak, dia akan didera gatal-gatal. Sholat ashar telah usai. Gendut
bersama fauzi bersama-sama menuju masjid untuk sholat berjamaah dengan seluruh
santri yang ada di Pondok pesantren tersebut.
***
Kholidi
tahu, kebutaan yang dialami laki-laki yang ada di sampingnya saat bertemu
muhammad itu telah mengingatkannya pada Almarhum Ayahnya yang meninggal 2 tahun
silam waktu dia berumur 5 tahun. Setahu kholidi, ibunya sering merasa kasihan
dan meneteskan air mata saat melihat ayahnya apalagi saat ayahnya terjatuh di
kamar mandi hingga sampai merenggut nyawanya. Seakan-akan air mata ibu tak
pernah kering. Air mata itu selalu mengalir disetiap sujudnya. Ibu tak pernah
lupa untuk selalu mendoakan ayah agar senantiasa diberi tempat yang indah di
sisi_Nya.
Di
kamarnya yang kecil. Kholidi mencoba menggambarkan apa yang ada pada mimpinya.
Sebuah mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya
dengan cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga
menggambarkan saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi
kecil menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di
mimpinya. Sebuah perahu yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di
atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
***
Setelah
sholat magrib berjamaah. Seluruh santri mengambil al-quan masing-masing dan
membacanya dengan kusyuk. Begitu juga dengan si Gendut dan fauzi. Mereka
terlihat duduk bersebelahan di teras masjid sambil membaca al-quran. Sembari
menunggu adzan isyak berkumandang, Gendut mengambil selembar kertas dan sebuah
pensil. Lalu dia mulai menggambar apa yang ada di mimpinya tadi.
Sebuah
mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan
cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu Gendut juga menggambarkan saat
pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil menganalogikan
buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di mimpinya. Sebuah
sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di atas kepala pria
tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
“zi..
menurut kamu, gambar apa ni?” tanya Gendut kepada fauzi.
“gambar
apaan ini ndut? Kamu rindu TK ya? Apa jangan-jangan kamu kurang dulu waktu
sekolah TK.” Ledek fauzi kepadaGendut yang hanya tersenyum kecil.
“aku
serius zi, menurut kamu,. Gambar apa ini?” tanya Gendut sekali lagi.
“itu
kan gambarnya nelayan yang lagi mau menuju laut untuk mencari ikan dengan lampu
petromak di atas perahunya.” Jawab fauzi setengah meledek.
“nelayan
ya?” gendut hanya mampu tersenyum mendengar jawaban temannya.
Adzan
isyak telah berkumandang. Tanda waktu sholat telah masuk. Mereka berdua
meletakkan al-quran kembali di tempatnya dan Gendut menyelipkan gambarnya di
dalam al-quran. Setelah sholat usai, mereka tak langsung kembali ke kamar.
Mereka harus mengikuti pengkajian kitab Riyadussolihin yang dipimpin oleh KH.Ghofur.
Sepertinya
malam itu tak ada bintang yang nampak di langit. Hanya sekumpulan awan yang
menutupi langit. Sehingga malam buram menemani mereka. Sepulang dari masjid
mereka bergegas menuju dapur santri. Di sana telah tersedia makan malam yang
telah di siapkan oleh juru masak pondok. Mereka makan dengan lahapnya. Sejak
tadi siang mereka belum makan. Makan terakhir di sekolah. Itupun mie instan.
Lelah dan kantuk sudah menghampiri mereka. Namun masih ada tugas sekolah yang
belum mereka kerjakan. Terpaksa mereka tidur larut malam untuk mengerjakan
tugas-tugasnya. Buat fauzi tidak masalah. Dia tergolong santri yang tahan dan
terbiasa dengan keadaan yang seperti itu, tidak buat si Gendut. Memang dia
mengerjakan tugas-tugas sekolahnya namun pasti dia akan terlambat ke sekolah
dan tertidur di kelas nanti.
Tumben.
Pagi ini si Gendut bangun lebih awal dan bergegas untuk sekolah. Saat akan
berangkat sekolah dia menerima surat. Dibukanya surat tersebut. Dari ibu
rupanya. Sudah hampir 5 tahun Gendut tidak pulang ke rumahnya dan ibunya juga
tidak pernah menjenguknya di pondok. Itu karena sang ibu sibuk mengurus tanaman
tembakaunya. Ibunya bertanya apakah liburan semester ini ia akan pulang ke
rumah ataukah menetap di pondok. Gendut berfikir, jika dia pulang di rumah
pasti tidak akan banyak membantu. Daripada di rumah hanya makan, tidur dan
nonton TV, lebih baik di pondok, memperdalam ilmu agama, membantu ustadz
menanam melon. Bukan hanya itu saja,uang untuk transportasi pulangpun tidak cukup.
Daripada harus meminta kiriman uang untuk pulang, lebih baik menetap saja.
Sebelum berangkat ke sekolah, Gendut menyempatkan membalas surat dari ibunya
dan menitipkannya kepada pihak pondok untuk dikirimkan.
***
Malam
berikutnya sepulang dari surau, kholidi kecil menunjukkan gambarnya kepada
ibunya.
“gambar
apa ini? Ibu ndak ngerti.”
“ini
gambar mimpiku bu.”
“mimpi
apa? kamu bemimpi menjadi nelayan nak?”
“Ini
Muhammad bu,” katanya menunjuk mimbar tempat pria itu berdiri dan cahaya yang
melingkar di atas kepalanya.
“kapan
kamu mimpi ini?”
“kemarin
waktu tidur setelah sholat subuh dan tidur siang bu.”
Ibunya
terharu, mengelus pelan rambut anaknya. Seperti biasa, setiap senja tiba.
Kholidi harus bergegas menuju surau untuk mengaji. Selesai mengaji dia tak
langsung pulang melainkan menunjukkan gambarnya kepada pak ustadz. Bukan hanya
ke pak ustadz, namun gambar itu ditunjukkan dan dijelaskan kepada
teman-temannya. Ia menjelaskan kepada teman-temannya bahwa gambar itu adalah
gambar Muhammad yang sedang berkhutbah di masjid dan pergi dengan menaiki
buroq.
“kholidi,
hanya orang-orang terpilih yang bisa bermimpi bertemu Muhammad.” Ujar ustadz.
“apakah
itu berarti aku termasuk orang yang terpilih?”
“kamu
yakin tak berbohong dengan cerita mimpimu itu? Berbohong itu dosa.”
Teman-teman
yang tadinya antusias mendengar cerita kholidi tentang Muhammad kini menjadi terdiam.
Memandang bergantian antara Kholidi dan ustadz. Kholidi kecewa akan perkataan
ustadznya. Ia mengambil gambar itu.
Kholidi
kecil pergi dari surau dan tak pernah datang lagi untuk mengaji. Gambar itu
diletakkannya di atas meja begitu saja. Ia tak pernah menyentunya lagi hingga
gambar itu hilang entah kemana. Kholidi sekarang lebih senang membuat
gambar-gambar di bukunya. Bukan hanya di buku gambarnya, buku tulis sekolah
juga ia gambari. Ia tak hanya menggambar sawah, gunung, rumah. Kini,
gambar-gambarnya semakin sulit di tebak dan tak beraturan. Kholidipun menjadidi
pendiam hingga dia bercita-cita untuk menimba ilmu di pesantren jika sudah
menginjak Sekolah Menengah. Impiannya tercapai, ibunya mengijinkan ia mondok
yang letaknya cukup jauh dari rumahnya.
***
Pagi ini semangat nampak jelas
di muka gendut. Rapi dan tak terlihat kekusutan yang biasa nampak di mukanya.
Semester 1. Ya ujian semester 1 yang membuat dia semangat. Nampak seluruh siswa
kelas X,XI,dan XII mulai sibuk mencari ruangan ujiannya. Gendut sendiri berada
di ruang 1. Ruangannya tepat bersebelahan dengan ruang Wakasis. Di sana dia
duduk dengan kakak kelas, kelas XI. Gendut terlihat serius mengerjakan soal
ujiannya. Entahlah diisi apa soal itu. Seperti yang telah diketahui. Gendut males-malesan
kalau di suruh belajar. Kecuali ada PR. Nampak sekali raut muka yang penuh
keseriusan. Kesulitan nampaknya di alami Kholidi dalam memecahkan soal
Matematika pagi itu. Mau bagaimana lagi? Bisa tidak bisa dia harus mengerjakan
seluruh soal ujian hari itu.
Seminggu sudah berlalu ujian
semester. Gendut tidak bisa
tenang-tenang saja. Masih ada masa remidi. Semoga tak ada mata pelajaran yang
remidi. Dia berdoa penuh harap. Setelah semua mata pelajaran di umumkan,
ternyata gendut lulus. Dia tidak remidi sama sekali. Senang sekali rasanya bisa
memberi kabar yang menggembirakan hati ibunya. Kini dia dilanda kegalauan.
Antara pulang atau tidak pada semester ini. Sudah 5 tahun dia tidak pulang. Rindu ibu dan
teman-teman masa kecilnya. Ternyata rencana awal dia untuk tidak pulang
semester ini berubah. Dia memutuskan untuk pulang. Meskipun ongkos buat pulang
kurang, dia dengan berat hati mengambil beberapa dari tabungannya.
Sesampainya
di rumah ia mengetok-ngetok pintu namun tak ada jawaban dari dalam. Dia
langsung masuk karena kebetulan pintu rumah tidak dikunci. Seorang perempuan
paruh baya berjilbab, tertidur di kursi panjang yang tak bisa disebut sofa
dengan sebuah bantal tipis menyangga lehernya. Selembar kertas bergambar Sebuah
mimbar di dalam masjid dengan seorang pria yang berdiri di atasnya dengan
cahaya yang bersinar mengelilinginya. Selain itu kholidi juga menggambarkan
saat pria itu pergi dengan menaiki buroq. Di gambarnya, kholidi kecil
menganalogikan buroq seperti perahu. Persis seperti apa yang dia lihat di
mimpinya. Sebuah sampan yang berwarna coklat keemasan dan cahaya melingkar di
atas kepala pria tersebut berwarna kuning agak keputih-putihan. Warna cahaya.
Berada didekapannya. Bertahun-tahun anaknya menimba ilmu tak pernah tahu, bahwa
ibunya masih menyimpan gambar itu. “ibu..kholid pulang.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar