TEORI-TEORI LINGUISTIK
DAN TEORI PEMBELAJARAN DALAM PSIKOLOGI
(BAB V DAN BAB VI)
disusun
guna memenuhi tugas UTS matakuliah Psikolinguistik
RANGKUMAN
Oleh:
Yuri
Indah M. (120210402054)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
TEORI-TEORI LINGUISTIK
1. Teori
Ferdinand De Saussure
Ferdinand
De Saussure ( 1858-1913) adalah seorang linguis Swiss yang sering disebut-sebut
sebagai Bapak atau Pelopor Linguistik Modern. Bukunya yang terkenal Course de Linguistique Generale (1916)
diterbitkan oleh murid-muridnya, Bally dan Schehaye, berdasarka catatan kuliah,
setelah beliau meninggal.
De
Saussure disebut sebagai “Bapak Linguistik Modern” karena
pandangan-pandangannya yang baru mengenai studi bahasa yang dimuat dalam
bukunya itu. Pandangan-pandangannya itu mengenai antara lain (1) telaah
sinkronik dan diakronik dalam studi bahasa, (2) perbedaan langue dan parole, (3)
perbedaan signifian dan signifie,
sebagai pembentuk signe’ linguistique,
dan (4) hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif atau paradigmatik (lihat
Chaer,1964).
Menurut
De Saussure linguistik murni mengkaji langue,
bukan parole maupun langage. Teori linguistik De Saussure
tidak mengikutsertakan parole. Alasan
De Saussure mengkaji langue adalah
sebagai berikut.
1) Langue
bersifat sosial sedangkan parole
bersifat individual.
2) Langue
itu bersifat abstrak dan tersembunyi di dalam otak sedangkan parole selalu bergantung pada kemauan
penutur dan bersifat intelektual.
3) Langue
adalah pasif sedangkan parole adalah
aktif.
Hal
yang terpenting pada teori linguistik De Saussure adalah mengenai signe’ linguistique atau tanda
linguistik karena bahasa merupakan sebuah sistem tanda. Menurut De Saussure
tanda linguistik adalah sebuah maujud psikologis yang berunsur dua yaitu signifie atau konsep atau petanda; dan signifiant atau imaji bunyi atau penanda ( istilah petanda dan penanda dari kridalaksana, 1989)
kedua unsur ini, signifie dan signifian terikat erat sehingga yang
satu selalu memngingatkan yang lain, atau sebaliknya (lihat Chaer, 1990; 1994).
Ada beberapa ciri dari signie’
linguistique ini yaitu sebagai berikut.
a) Tanda
linguistik bersifat arbitrer. Namun tanda linguistik tidak dapat diubah, tetapi
sistem bahasa dapat diubah.
b) Penanda
(signifian) dari suatu signie’ linguistique itu merupakan satu
bentangan (span) yang dapat diukur dalam satu dimensi atau merupakan satu
garis.
c) Signie’linguistique
mempunyai pergandaan yang tidak dapat dihitung.
Pembentukan
kalimat menurut De saussure bukanlah semata-mata urusan langue, tetappi lebih banyak menyangkut urusan parole. Pembentukan kalimat merupakan satu proses penciptaan bebas,
tidak dibatasi oleh rumus-rumus linguistik, kecuali dalam hal yang menyangkut
bentuk kata dan pola bunyi.
2. Teori
Leonard Bloomfield
Leonard
Bloomfield (1887-1949) seorang tokoh linguistik Amerika, sebelum mengikuti
aliran behaviorisme dari Watson dan Weiss, adalah seorang penganut paham
mentalisme yang sejalan dengan teori psikologi Wundt. Kemudian beliau menentang
mentalisme dan mengikuti aliran behaviorisme. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan linguistik di amerika, terutama di sekolah linguistik
Yale yang didirikan menurut ajarannya.Blommfield menerangkan makna (semantik)
dengan rumus-rumus Behaviorisme.
Teori linguistik Bloomfield ini akan
bias diterangkan dengan lebih jelas kalau kita mengikuti anekdot “Jack and
Jill” (Bloomfield, 1933:26). Dalam anekdot itu diceritakan Jack dan Jill sedang
berjalan-jalan. Jill melihat buah apel yang sudah masak di sebatang pohon. Jill
berkata kepada Jack bahwa dia lapar dan ingin sekali makan buah apel itu. Jack
memanjat pohon apel itu; memetik buah apel itu; dan memberikannya kepada Jill.
Secara skematis peristiwa itu dapat digambarkan
sebagai berikut.
S r………………………s R
(1) (2)
(3) (4) (5) (6)
(7)
Penjelasan;
(1)
Jill melihat
apel (stimulus)
(2)
Otak Jill
bekerja mulai dari melihat apel hingga berkata kepada Jack.
(3)
Perilaku
atau kegiatan Jill sewaktu berkata kepada Jack (r= respons)
(4)
Bunyi-bunyi
atau suara yang dikeluarkan Jill waktu berbicara kepada Jack (…)
(5)
Perilaku
atau kegiatan Jack sewaktu mendengarkan bunyi-bunyi atau suara yang dikelurkan
Jill (stimulus)
(6)
Otak Jack
bekerja mulai dari mendengar bunyi suara Jill sampai bertindak.
(7) Jack
bertindakmemanjat pohon, memetik apel, dan memberikan kepada Jill (R= respons).
Nomor (3), (4), dan (5) yaitu
(r s) adalah lambang atau perilaku
berbahasa (speech act) yang dapat diobservasi secara fisiologis; sedangkan yang
dapat diamati atau diperiksa secara fisik hanyalah nmor (4).
Berdasarkan keterangan di atas
maka yang menjadi data linguistik bagi teori
bloomfield adalah perilaku berbahasa atau lambang bahasa
(r…………………s)
dan hubungannya dengan makna (S ……. R).
apa yang terjadi di dalam otak Jill mulai dari (1) hingga (2)
sampai dia mengeluarkan bunyi tidaklah penting karena keduanya tidak dapat
diamati. Begitu juga dengan proses yang terjadi di dalam otak Jack setelah dia
mendengar bunyi-bunyi itu yang
membuatnya bertindak (5 dan 6) juga
tidak penting bagi teori Bloomfield ini.
Menurut Bloomfield, bahasa
merupakan sekumpulan ujaran yang muncul dalam suatu masyarakat tutur (speech
community).
Teori
linguistik Bloomfield didasarkan pada andaian-andaian dan definisi-definisi
karena kita tidak mungkin mendengar semua ujaran di dalam suatu masyarakat
tutur.
Menurut Bloomfield bahasa itu
terdiri dari sejumlah isyarat atau tanda berupa unsur-unsur vokal (bunyi) yang
dinamai bentuk-bentuk linguistik. Setiap
bentuk adalah sebuah kesatuan isyarat yang
dibentuk oleh fonem-fonem (Bloomfield, 1933;158).
Misalnya:
Pukul adalah
bentuk ujaran
Pemukul adalah
bentuk ujaran
Pe- adalah
bentuk bukan ujaran
Pukul
terdiri dari empat fonem, yaitu : /p/, /u/, /k/, dan /l/.
disini fonem /u/ digunakan dua
kali.
Dari
contoh di atas dapat dilihat bahwa setiap ujaran adalah bentuk, tetapi tidak
semua bentuk adalah ujaran. Menurut Bloomfield ada dua macam bentu, yaitu;
(1) Bentuk bebas (free
Form), yakni bentuk yang dapat diujarkan sendirian seperti bentuk amat,
jalan, dan kaki dalam kalimat “amat jalan kaki”,
(2) Bentuk
terikat (Bound Farm) yakni bentuk linguistik yang tidak dapat diujarkan sendirian
seperti bentuk pe- pada kata memukul,
dan bentuk –an seperti pada kata pukulan.
Dalam teori linguistik Bloomfield
ada beberapa istilah/term yang perlu dikenal, yaitu sebagai berikut:
Fonem adalah : satuan bunyi terkecil dan
distingtif dalam leksikon suatu bahasa, seperti bunyi [u] pada kata bahasa
Indonesia /bakul/ karena bunyi itu merupakan bunyi distingtif dengan kata
/bakal/. Disini kita lihat kedua kata itu, /bakul/ dan /bakal/, memiliki makna
yang berbeda karena berbedanya bunyi [u] dari bunyi [a].
Morfem adalah: satuan atau unit terkecil
yang mempunyai makna dari bentuk leksikon. Umpamanya dalam kalimat Amat
menerima hadiah terdapat morfem : Amat, me-, terima, dan hadiah.
Frase adalah : unit yang tidak minimum
yang terdiri dari dua bentuk bebas atau
lebih. Umpamanya dalam kalimat Adik saya sudah mandi terdapat dua frase, yaitu
frase Adik saya dan frase sudah mandi.
Kata adalah bentuk bebas yang minimum
yang terdiri dari satu bentuk bebas dan ditambah bentuk-bentuk yang tidak
bebas. Misalnya, pukul, pemukul, dan pukulan adalah kata, sedangkan pe-, dan an, bukan kata; tetapi
semuanya pe-, -an, dan pukul adalah
morfem.
Kalimat adalah ujaran yang tidak merupakan
bagian dari ujaran lain dan merupakan satu ujaran yang maksimum. Misalnya Amat duduk di kursi, Amat melihat gambar, dan
Ibu dosen itu cantik.
Bloomfield dalam analisisnya berusaha
memenggal-menggal bagian-bagian bahasa itu, serta menjelaskan hakikat hubungan
di antara bagian-bagian itu. Jadi, kita lihat bagian-bagian itu mulai dari
fonem, morfem, kata, frase, dan kalimat. Kemudian beliau juga menerangkan lebih
jauh tentang tata bahasa serta memperkenalkan banyak definisi, istilah, atau
konsep yang terlalu teknis untuk dibicarakan disini seperti konsep taksem, semem, tagmem, episemem,dan
lain-lain. Oleh karena itu, teori
Bloomfield ini disebut juga Linguistik
taksonomi, karena memotong-motong bahasa secara hierarkial untuk mengkaji
bagian-bagiannya atau strukturnya.
3.
Teori John Rupert Firth
John Rupert
Firth (1890-1960) adalah seorang linguis yang pada tahun 1944 mendirikan
sekolah linguistik deskriptif di London.
Menurut Firth dalam kajian
linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks
fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari
konteks-konteks ini.
Menurut Firth struktur bahasa itu
terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Yang menjadi unsur dalam tingkatan fonetik adalah
fonem, yang menjadi unsur dalam tingkatan morfologi adalah morfem, yang menjadi
unsur dalam tingkatan sintaksis adalah kategori-kategori sintaksis; dan yang
menjadi unsur dalam tingkatan semantik adalah kategori-kategori semantik. Firth
lebih memusatkan perhatian pada tingkatan fonetik dan tingkatan semantik.
Sedangkan tingkatan lain kurang diperhatikan.
Fonem dapat dikaji dalam hubungannya
dengan kata. Konteks fonologi terbatas pada bunyi-bunyi “dalam” yang terdapat
pada kata. Bentuk yang meragukan pada satu tingkat, tidak selalu meragukan pada
tingkatan lain.
Misalnya, bentuk /kèpala] dalam
bahasa Indonesia. Pada tingkatan fonetik bentuk ini meragukan sebab ada
beberapa makna kata kepala dalam bahasa Indonesia. Untuk
menjelaskan, kita dapat beranjak ketingkatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan
morfologi atau sintaksis atau semantik. Dalam konteks morfologi bentuk kepala kantor ataupun keras kepala tidak
meragukan lagi.
Arti atau makna menurut teori Firth
adalah hubungan antara satu unsur pada satu tingkatan dengan konteks unsur itu
pada tingkatan yang sama. Jadi, arti tiap kalimat terdiri dari lima dimensi,
yaitu berikut ini.
1.
Hubungan
tiap fonem dengan konteks fonetiknya (hubungan fonem satu sama
lain dalam kata).
2.
Hubungan
kata-kata satu sama lain dalam kalimat.
3.
Hubungan morfem
pada satu kata dengan morfem yang sama pada kata lain,
dan hubungannya dengan kata itu.
4.
Jenis
kalimat clan bagaimana kalimat itu digolongkan.
5. Hubungan
kalimat dengan konteks situasi.
Ada dua jenis perkembangan dalam
ilmu linguistik yang selalu dikaitkan dengan Firth, Yaitu (a) teori konteks
situasi untuk menentukan arti, (b) analisis prosodi dalam fonologi. Firth
menekankan bahwa makna merupakan jantung dari pengkajian bahasa. Dalam hal ini
beliau memperkenalkan dua kolokasi untuk menerangkan arti, yaitu arti
gramatikal clan arti fonologis. Arti Gramatikal adalah peranan dari unsur-unsur
tata bahasa di dalam konteks gramatikal dari yang mendahului dan mengikuti
unsur-unsur itu di dalam kata atau konstruksi (gagasan) dan dari unsur-unsur tata
bahasa yang bersamaan di dalam paradigma-paradigma. Arti fonologi adalah
peranan atau hubungan dari unsur-unsur fonologi di dalam konteks fonologi dari
struktur suku-kata dan unsur-unsur lain yang bersamaan secara paradigmatik yang
dapat berperanan dalam konteks yang serupa.
Salah satu dimensi arti dari lima
dimensi seperti yang disebutkan di atas adalah dimensi hubungan kata-kata; hal
ini tidak boleh dipisahkan dari konteks situasi dan budaya. Arti satu
tergantung dari kolokasi yang mungkin dari kata itu. Sebagai linguis Firth
dikenal juga sebagal tokoh analisis prosodi atau fonologi prosodi. Menurut
Firth analisis prosodi dapat digunakan untuk menganalisis bahasa dan membuat
pernyataan-pernyataan yang sistematis dari analisis ini yang didasarkan pada penelitian
yang mendalam terhadap data bahasa serta menggunakan istilah-istilah dan
kategorikategori yang sesuai. Analisis prosodi ini menganggap ada dua jenis
fonologi, yaitu berikut ini.
1.
Unit-unit
fonematik yang terdiri dari konsonan-konsonan segmental dan unsur-unsur vokal
yang merupakan maujud-maujud yang dapat saling menggantikan dalam
bermacam-macam posisi pada suku kata Yang berlainan.
2.
Prosodi-prosodi
yang terdiri dari fitur-fitur atau milik-milik struktur Yang lebih panjang dari
satu segmen, baik berupa perpanjangan fonetik, maupun sebagai pembatasan
struktur secara fonologi, seperti suku kata atau kata_ Prosodi-prosodi ini
merupakan maujud yang menjadi ciri khas suku-suku kata secara keseluruhan, dan
tidak dapat saling menggantikan.
Secara singkat bisa disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan prosodi menurut teori Firth adalah struktur kata
beserta ciri-ciri khas lagu kata itu sebagai sifat-sifat abstraksi tersendiri
dalam keseluruhan fonologi bahasa itu. Jadi, yang termasuk ke dalam fitur-fitur
prosodi satu kata adalah:
1.
Jumlah suku
kata
2.
Hakikat suku
katanya: terbuka atau tertutup
3.
Kualitas
suku-suku kata
4.
Urutan
suku-suku kata
5.
Urutan
bunyi-bunyi vocal
6.
Tempat,
hakikat, dan kuantitas bunyi-bunyi penting
7.
Kualitas
“gelap” atau “terang” dari suku-suku kata
8.
Ciri-ciri
hakiki lagu suku kata dan juga potongan kalimat tempat kata itu terdapat
9.
Semua sifat
yang menyangkut struktur suku kata, urutan suku kata, dan keharmonisan suku
kata dalam kata, potongan kalimat, dan keseluruhan kalimat.
4.
Teori Noam Chomsky
Noam Chomsky adalah linguis Amerika
yang dengan teori tata bahasa generative dan transformasinya dianggap telah
membuat satu sejarah baru dalam psikolinguistik. Dalam sejarah pertumbuhannya,
teori Chomsky ini dibagi menjadi empat fase, yaitu: fase generative
transformasi klasik yang bertumpu pada buku Syntactic Strukture antara tahun
1957-1964, teori standar yang bertumpu pada buku Aspect of the Theory of Syntac
antara tahun 1965-1966, fase teori standar yang diperluas antara tahun
1967-1972, dan fase sesudah teori standar yang diperluas antara tahun 1973
sampai kini, seperti teori penguasaan dan ikatan (government and binding
theory) yang berkembang sejak tahun delapan puluhan. Adanya fase-fase itu
karena adalah karena adanya kritik, reaksi, dan saran dari berbagai pihak dan
lebih untuk menyempurnakan teori itu.
Setiap tata bahasa dari suatui
bahasa, menurut Chomsky, adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan
tata bahasa harus memenuhi dua syarat, yaitu:
Pertama, kalimat
yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa
tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata
bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah
yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya
ini harus sejajar dengan teori linguistic tertentu.
Menurut
Chomsky untuk dapat menyusun tata bahasa dari suatu bahasa yang masih hidup
haruslah ada suatu teori umum mengenai apa yang membentuk tata bahasa itu.
Teori umum adalah satu teori ilmiah yang disusun berdasarkan satu korpus ujaran
yang dihasilkan oleh para bahasawan asli bahasa itu. Teori ini harus bisa
digunakan untuk memahami menerangkan kalimat-kalimat baru yang bisa dihasilkan
oleh seorang penutur pada satu kesempatan yang sesuai. Sedangkan penutur lain
dapat memahami dengan segera, meskipun kalimat itu juga baru bagi mereka.
Menurut Chomsky yang penting bagi
seorang linguis adalah menelaah data-data penuturan (yang berupa penuturan),
kemudian menentukan system kaidah yang telah diterima atau yang dikuasai oleh
penutur pendengar yang dipakai dalam penuturan yang sebenarnya. Chomsky
berpendapat bahwa perkembangan teori linguistic dan psikologi yang sangat
penting dan perlu diingat dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut.
a.
Aspek
kreatif penggunaan bahasa,
Yang dimaksud dengan aspek kreatif
adalah perilaku linguistic yang biasa, bebas dari rangsangan, bersifat mencipta
dan inovatif.
b. Keabstrakan
lambang-lambang linguistik,
Yaitu dengan keabstrakan lambang-lambang
linguistik adalah bahwa rumus-rumus atau kaidah-kaidah yang menentukan
bentuk-bentuk kalimat dan penafsiran artinya yang rumit bukann sesuatu yang
konkret melainkan merupakan sesuatu yang abstrak.
c. Keuniversalan
struktur dasar linguistik,
Yaitu prinsip-prinsip abstrak yang
mendasari tata bahasa generatif transformasi dan yang tidak dapat diperoleh
melalui pengalaman dan latihan.
d. Peranan
organisasi intelek nurani (struktur dalam) di dalam proses kognitif/mental.
Masalah organisasi intelek nurani di
dalam proses kognitif umumnya, dan didalam pemerolehan bahasa khususnya,
merupakan perkembangan baru yang sangat penting terutama dalam psikolinguistik.
Menurut teori linguistik generatif
transformasi setiap tata bahasa suatu bahasa terdiri dari tiga buah komponen,
yaitu komponen fonologi, komponen sintaksis, dan komponen semantik. Namun,
untuk bisa memahami ketiga komponen itu perlu memahami dulu konsep struktur
dalam dan struktur luar.
TEORI
PEMBELAJARAN DALAM PSIKOLOGI
1. Teori-teori
Stimulus-Respons
Disebut teori Stimulus-Respons
karena teori ini memiliki dasr pandangan bahwa perilaku itu, termasuk perilaku
berbahsa, bermula dengan adanya stimulus-respons (rangsangan, reaksi) yang
segera menimbulkan respons, (reaksi, gerak badan).
a)
Teori
Pembiasaan Klasik dari Pavlov
Teori pembiasaan klasik ini
merupakan teori pertama dalam kelompok teori stimulus-respons. Teori ini
ditemukan secara kebetulan oleh Ivan P. Pallov (1848-1936), seorang ahli
fisiologi bangsa Rusia. Dalam teori ini, Pavlov melakukan
eksperimen pada seekor anjing. Ia mendapati bahwa air liur anjing telah lebih
dahulu keluar sebelum seekor anjing mulai memakan makanan. Eksperimen ini
dilakukan dengan cara; Pertama, ia membunyikan lonceng sebelum anjing diberi
makanan, tanpa diikuti pemberian makanan. Cara tersebut tidak pernah membuat
anjing mengeluarkan air liurnya. Setelah itu, ia memberikan makanan, dan
membuat anjing itu mengeluarkan air liurnya. Dengan cara yang sama dan
diberlakukan secara berulang-ulang terhadap anjing tersebut, maka disini anjing
telah “mempelajari” bahwa bunyi lonceng bermakna bahwa makanan akan muncul dan
segera anjing tersebut mengeluarkan air liurnya.
Menurut teori pembiasaan kalsik ini
kemampuan seseorang untuk membentuk respons-respons yang dibiasakan berhubungan
erat dengan jenis sistem yang digunakan. Teori ini percaya adanya
perbedaan-perbedaan yang dibwa sejak lahir dalam kemampuan belajar. RD dapat
diperkuat dengan ulangan-ulangan teratur dan intensif. Pavlov tidak tertarik
dengan “pengertian” atau “pemahaman” atau apa yang disebut insight (kecepatan
melihat hubungan-hubungan di dalam pikiran). Akhirnya bis adikatakan bagi
Pavlov respons yang dibiasakan (RD) adalah unit dasar pembelajran yang paling
baik.
b)
Teori
penghubungan dari Thorndike
Teori
penghubungan (connectionism theory)
diperkenalkan oleh Edwadr L. Thorndike (1874-1919), seorang ahli psikologi
berkebangsaan Amarika. Teori ini di mulai dengan sebuah eksperimen yang
disebuut trial and error. Thorndike melakukan
eksperimen pada seekor kucing. Ia menempatkan seekor kucong dalam sebuah
sangkar. Di dalam sangkar tersebut terdapat engsel, yang mana bila engsel
tersebut ditekan maka dapat terbuka dari dalam. Kucing itu berusaha untuk
mencari jalan keluar dengan mencakar-cakar kesana-kemari. Secara kebetulan kaki
kucing tersebut menginjak engsel sehingga pintu sangkar terbuka dan kucing
tersebut dapat keluar. Eksperimen ini dilakukan beberapa kali oleh Thorndike.
Dalam eksperimen tersebut awalnya kucing itu masih berperangai yang sama
seperti eksperimen sebelumnya. Eksperimen tersebut terus dilakukan dan kucing
tersebut membutuhkan waktu yang semakin sedikit untuk dapat membuka sangkar
itu. Akhirnya, kucing itu dpat membuka sangkar dengan segera tanpa harus mencakar
dulu kesana kemari.
Dari eksperimen Thorndike tersebut
dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh hasil yang baik maka kita memerlukan
latihan. Latihan yang dimaksud ialah latihan yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan urutan yang benar dan secara teratur. Teori ini merujuk
kepada system “coba-coba”, yaitu suatu kegiatan yang bila kita gagal dalam
melakukannya, maka kita harus terus mencoba hingga akhirnya berhasil.
c)
Teori Behaviorisme dari Watson
Teori bahaviorisme diperkenalkan
oleh John B. Watson ( 1878-1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika.
Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai Bapak Behaviorisme. Menurut Watson,
dalam pembelajaran tidak ada perbedaan antara manusia dan hewan. Untuk
membuktikan teori ini, Watson melakukan eksperimen terhadap Albert seorang bayi
berumur 11bulan. Awalnya Albert adalah seorang bayi yang gembira. Ia tidak
takut terhadap binatang seperti tikus putih berbulu halus. Dalam eksperimen ini
Watson memulai percobaannya dengan memukul sebatang besi dengan sebuah palu.
Setiap kali Albert mendekat untuk memegang tikus itu, Watso melakukan perlakuan
yang sama seperti memukul besi tersebut. Dan akibatnya, Albert menjadi takut
terhadap tikus putih itu, dan hewan ataupun benda lainnya yang berwarna
putih,seperti kelinci putih ataupun jaket yang berwarna putih. Eksperimen yang
telah dilakukan oleh Watson ini membuktikan bahwa pelaziman dapat mengubah
perilaku seseorang secara nyata.
Dari eksperimen Watson tersebut
dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran sebagian perilaku yang
terjadi adalah akibat pengaruh dari lingkungan sekitar. Dengan kata lain bahwa
karakter atau kepribadian seseorang individu dapat terbentuk oleh karena
dipengaruhi lingkungan sekitar atau lingkungan dimana ia berada.
d)
Teori
Kesegeraan dari Guthrie
Teori kesegeraan
atau kedekatan (dalam bahasa Inggris biasa disebut temporal contiguity)
diperkenalkan oleh E. R. Guthrie. Menurut Guthrie, kesegeraan merupakan kunci
pembelajaran dalam teori ini dan penguatan tidaklah begitu penting karena penguatan
hanya berfungsi sebagai salah satu faktor yang mencegah organisme mencoba
respons yang lain. Guthrie juga berpendapat bahwa pembelajaran tidak dapat
berlangsung secara perlahan lahan tetapi secara coba tunggal (single trial).
Oleh karena itu, latihan dan ulangan diperlukan untuk membiasakan stimulus baru
menimbulkan respons apa yang dikehendaki.
Jika respons
yang dikehendaki terjadi berulang – ulang, maka organisme akan cenderung tidak
memberikan respons lain. Pembelajaran coba tunggal (single trial learning) yang
dianjurkan oleh Guthrie ini memerlukan pengaturan keadaan sedemikian rupa
sehingga stimulus – stimulus yang diberikan haruslah menimbulkan respons –
respons yang benar. Oleh karena itu, kesalahan – kesalahan haruslah dihilangkan
dengan cara mengkaji stimulus dengan seksama agar menimbulkan respons yang
betul bersama – sama dengan stimulusnya.
e) Teori pembiasaan Operan dari
Skinner
Teori
pembiasaan operan atau yang sering disebut dengan pembiasaan instrumental
diperkenalkan oleh B. F. Skinner (seorang ahli psikologi Amerika). Skinner
percaya bahwa proses pembelajaran didasarkan pada penguatan. Teori tentang
pembiasaan operan dijelaskan Skinner melalui percobaannya dengan seekor tikus.
Di dalam sebuah kotak yang disebut kotak Skinner terdapat sebuah kaleng kotak
makanan, dan di luar terdapat alat untuk menjatuhkan biji-bijian ke dalam
kaleng tersebut. Setiap kali makanan jatuk ke dalam kaleng maka terdengar bunyi
“ting”. Seekor tikus dimasukkan ke dalam kotak Skinner tersebut. Biji makanan
akan jatuh jika sebatang besi yang disisipkan ke dalam kotak itu dipijak oleh
tikus. Pada waktu tikus itu lapar, secara kebetulan tikus itu memijak batang
besi, dan biji-bijian akan jatuh ke kaleng makanan. Setelah beberapa kali tikus
mengetahui apabila ia menekan besi maka makanan akan jatuh ke dalam kaleng.
Biji
makanan adalah penguat (reinforce), peristiwa penekanan batang besi disebut
peristiwa penguatan (reinforcing event), munculnya makanan disebut rangsangan
penguat (reinforcing stimulus), sedangkan perilaku tikus merupakan perilaku
yang dibiasakan (conditioned response). Perilaku yang dibiasakan bersifat
operan/instrumental menyebabkan munculnya biji makanan. Tingkah laku operan
berpengaruh terhadap lingkungan, dan lingkungan yang dipengaruhi memberikan hadiah
sebagai penguatan kepada pelaku kegiatan (dalam hal ini tikus). Hadiah yang
menjadi penguat ini meyebabkan tikus akan menekan batang besi ketika lapar.
Bagi
Skinner, dalam pembelajaran, guru merupakan arsitek utama dalam pembentukan
tingkah laku siswa agar siswa dapat bertutur sesuai dengan tujuan pembelajaran
bahasa. Tujuan pembelajaran dibagi dalam tugas–tugas kecil yang diperkuat satu
demi satu agar serangkaian perbuatan (operan) dapat diperkuat dan menambah
kemungkinan perbuatan tersebut di kemudian hari. Menurut Skinner, yang harus
diperhatikan adalah hubungan antara stimulus dan respons yang langsung dapat
diamati, jangan memikirkan hubungan antara keduanya karena hubungan–hubungan
yang ada tidak dapat diamati.
Skinner memaparkan bahwa perilaku berbahasa
lebih banyak dipengaruhi oleh rangsangan (stimulus) dari luar serta pengukuhan
(reinforcement). Skinner tidak menerima akan adanya pendapat yang menyebutkan
bahwa “kepandaian belajar bahasa seseorang dibawa sejak lahir”, karena
pembelajaran bahasa diperoleh sebagai hasil belajar. Mengenai pemerolehan
bahasa Ibu oleh anak – anak, Skinner berpendapat bahwa pemerolehan tersebut
berlangsung secara berangsur – angsur dan mengikuti peristiwa – peristiwa
tertentu.
f)
Teori
Pengurangan Dorongan dari Hull
Teori
pengurangan dorongan atau ketegangan diperkenalkan oleh Clark Hull pada tahun
1952. Teori ini mempunyai empat peringkat pembelajaran, yaitu:
a. Peringkat 1, merupakan variabel bebas yang dapat berdiri sendiri, misalnya pengalaman-pengalaman lama, ganjaran-ganjaran, dan sejumlah rangsangan.
b. Peringkat 2 dan 3 merupakan variabel penengah, misalnya dorongan atau ketegangan, motivasi yang berupa ganjaran, kekuatan yang mengikat rangsangan respons, dan kecenderungan organ tubuh memberikan respons jika terjadi rangsangan.
c. Peringkat 4 merupakan variabel tidak bebas, misalnya frekuensi terjadinya respons, kecepatan respons, dan ketahanan respons.
a. Peringkat 1, merupakan variabel bebas yang dapat berdiri sendiri, misalnya pengalaman-pengalaman lama, ganjaran-ganjaran, dan sejumlah rangsangan.
b. Peringkat 2 dan 3 merupakan variabel penengah, misalnya dorongan atau ketegangan, motivasi yang berupa ganjaran, kekuatan yang mengikat rangsangan respons, dan kecenderungan organ tubuh memberikan respons jika terjadi rangsangan.
c. Peringkat 4 merupakan variabel tidak bebas, misalnya frekuensi terjadinya respons, kecepatan respons, dan ketahanan respons.
Teori
ini memiliki tujuan utama untuk memprediksi dan mendeskripsikan sebuah
perilaku. Untuk mencapai tujuan ini, suatu sistem hukum yang pasti harus dibuat
berdasarkan kesimpulan yang dapat diuji dengan eksperimen. Menurut Hull,
pembelajaran bergantung pada pengukuhan utama dan pengukuhan kedua, meskipun
kekuatan suatu respons tergantung pada peringkat dorongan pada saat tertentu.
Yang terpenting dari teori ini adalah peningkatannya sedikit ke arah
penerimaan, yakni adanya sesuatu yang menengahi diantara rangsangan (stimulus)
dan gerak balas (respons), yaitu dorongan atau ketegangan yang muncul karena
tercapainya suatu tujuan tertentu. Karena adanya tujuan dari organ untuk
mencapai sesuatu, maka harapan untuk mencapaui tujuan tersebut telah mendorong
organ untuk bereaksi.
g)
Teori
Mediasi dari Osgood
Teori
meditasi atau penengah (mediation theory), yang termasuk kelompok teori S-R
diperkenalkan oleh Osgood (1953, 1962). Terori meditasi ini merintis lahirnya
teori–teori kognitif, karena mengakui adanya faktor meditasi atau penengah di
antara rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons). Teori-teori yang
termasuk kelompok neobehaviorisme sangat tertarik pada proses-proses yang
berlaku sebagai penengah atau meditasi antara stimulus dan respons. Osgood juga
telah menjelaskan proses pemerolehan sematik (makna) berdasarkan teori meditasi
atau penengah ini.Teori meditasi menerangkan pembelajaran menurut rumus:
S
rm sm R
Keterangan:
S= Stimulus
Keterangan:
S= Stimulus
rm=Respons
mediasi
sm=Stimulus
mediasi
R=
Respons
Menurut
Osgood makna merupakan hasil proses pembelajaran dan pengalaman seseorang dan
merupakan satu proses meditasiuntuk melambangkan sesuatu. Makna sebagai proses
meditasi pelambang dan merupakan satu bagian yang distingtif dari keseluruhan
respon terhadap satu obyek yang telah dibiasakan pada kata untuk objek
tersebut.
Osgood
( 1953) juga memperkenalkan konsep sign (tanda atau isyarat) sehubungan dengan
makna ini. Yang dimaksud dengan sign adalah satu pola rangsangan yang
memunculkan satu respon penengah dalam organ (manusia). Respon penengah atau
meditasu ini hanyalah bagian kecil saja dari keseluruhan stimulus (perilaku)
yang biasanya dimunculkan oleh objek asli. Menurut Osgood, kata-kata adalah
sign yang telah dibiasakan pada bagian tertentu dari keseluruhan respons objek
asli dan berfungsi dalam perilaku sebagai proses meditasi pelambang.
h)
Teori
Dua Faktor dari Mouwer
Secara
lengkap teori bernama teori dua faktor yang disempurnakan (revised two factor
theory). Teori ini yang masih termasuk golongan teori S-R diperkenalkan oleh D.
Hobart Mouwer (1960). Teori ini disebut teori dua faktor yang disempurnakan
karena menurut Mouwer ada dua jenis pengukuhan, padahal teori sebelumnya hanya
menggangap ada satu jenis pengukuhan. Kedua jenis pengukuhan itu, menurut
Mouwer adalah :
1. Pengukuhan
bertambah (incremental reinforcement)
2. Pengukuhan
berkurang (decremental reinforcement)
Pengukuhan
bertambah lazim juga disebut sebagai hukuman ke dua atau tambahan, karena
perasaan takut atau perasaan kecewa telah dibangkitkan atau ditambah dengan
pengukuhan ini. Menurut Mouwer hanya perasaan (emosi) saja yang dapat
dibiasakan, sedangkan perilaku tidak dapat. Jadi setiap respons yang dilazimkan
merupakan satu respons emosi yang bertindak sebagai suatu dorongan yang
merangsang seseorang untuk bertindak. Jadi menurut Mouwer perasaan takut,
mengharap sesuatu, lega, dan kecewa merupakan reaksi penengah atau mediasi yang
telah dilazimkan terhadap rangsangan yang berhubungan dengan respons yang
menyebabkan hukuman.
Pengukuhan
berkurang merupakan ganjaran karena dengan berkurangnya pengukuhan keteganagn
yang disebabkan oleh perasaan takut menjadi berkurang dan dengan demikian
pengharapan atau perasaan lega telah dibangkitkan. Teori Mouwer ini sebenarnya
masih lebih cenderung kepada behaviorisme karena emosi-emosi itu harus terlebih
dahulu dibiasakan terhadap rangsangan lingkungan sebelum mendapat kekuatan
sendiri untuk membangkitka reaksi.
Teori
ini diterapkan juga oleh Mouwer dalam pengkajian pemerolehan bahasa. Teori
pemerolehan bahasa ibu yang diperkenalkan oleh Mouwer disebut self satisfaction
theory (teori pemuasan diri). Bayi mendengarkan kata-kata pertama dari ibunya
yang juga memberikan perasaan kasih sayang. Maka bayi menirukan kata-kata
ibunya untuk merasakan kehadiran ibu yang dicintainya. Jadi emosi kasih sayang
terhadap ibu menjadi pengukuhan tambahan.
2.
Teori-teori Kognitif
Teori-teori
kognitif ini pada awal kelahirannya dimulai dengan penggabungan teori S-R dan
teori Gestalt yang dilakukan oleh Tolman dan kawan-kawan. Di sini yang dimaksud
dengan teori kognitif adalah pengkajian bagaimana caranya persepsi mempengaruhi
perilaku dan bagaimana caranya pengalaman mempengaruhi persepsi.
A.
Teori
Behaviorisme Purposif dari Tolman
Gabungan
dari kedua teori hubungan S-R dan Gestalt, telah dimanfaatkan oleh Tolman dalam
melahirkan teori pembelajaran kognitif. Teori Behaviorisme purposif yang
diperkenalkan oleh Tolman mengajarkan bahwa apabila suatu rangsangan tertentu
menimbulkan respons tertentu, maka akan kita lihat rangsangan itu dalam
perspektif yang baru. Selain memusatkan perhatian yang besar kepada rangsangan
dan respon luar, teori behaviorisme purposif juga memasukan konsep kognisi ke
dalam sistemnya, dan melihat perilaku secara keseluruhan, todak dari satu
bagian kecil tertentu.
B.
Teori
Medan Gestalt dari Wetheimer
Teori-teori
medan gestalt adalah sejumlah sarjana Jerman. Mereka adalah Max Wertheimer
(1880-1943), Wolfgang Kohler (1887), Kurt Koffka (1886-1941), dan Kurt
Lewis(1890-1947). Kata gestalt berasal dari bahasa Jerman yang secara harfiah
berarti “keseluruhan”. Dalam sejarahnya teori gestalt muncul sebagai reaksi
keras terhadap prisip-prinsip trial and error yang dilakukan Thorndike dan para
pengikutnya. Dalam percobaan ini, Thorndike menghilangkan sama sekali prinsip
kesadaran dan teori pembelajarannya. Dan hal ini dianggap oleh gestalt sebagai
sesuatu kesalahan besar.
Menurut Wertheimer, teori pemebelajaran hanya mungkin memepunyai makana jika kesadaran diikutsertakan sebagai satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi dan pembelajaran.
Menurut Wertheimer, teori pemebelajaran hanya mungkin memepunyai makana jika kesadaran diikutsertakan sebagai satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari persepsi dan pembelajaran.
Gestalt
memperkenalkan lima buah hukum organisasi sebagai berikut:
1. Hukum Pragnanz
1. Hukum Pragnanz
2.
Hukum Kesamaan
3.
Hukum Proksimiti atau Kedekatan
4.
Hukum Penutupan
5.
Hukum Kelanjutan Baik
C. Teori Medan dari
Lewis
Teori
medan deperkenalkan oleh Kurt Lewin setelah meninggalkan teori medan gestalt
dan lalu mengembangkan teorinya sendiri. Dalam hal ini Lewin mengembangkan satu
konsep penting dalam teorinya yang hamper sama dengan teori medan gestalt,
yakni konsep ruang penghidupan, di mana setiap perilaku berlangsung. Menurut
Lewin ruang penghidupan seseorang terdiri dari:
a.
diri sendiri, keperluan utama sendiri, keperluan diri pada suatu saat tertentu,
maksud dan rencana sendiri.
b.
Lingkungan perilaku orang itu, lingkungan fisik , lingkungan sosial, lingkungan
konsepsi sebagai yang ditanggapinya dalam hubungannya dengan keperluan dan
maksudnnya. Keadaan setiap bagian dari ruang penghidupan ini, misalnya diri
sendiri, bergantung pada keadaan dan antar hubungan di antara setiap bagian
lain dengan diri sendiri pada waktu tertentu itu. Teori Lewis dimasukkan dalam
kelompok teori dalam teori kognitif karena peranan diri sendiri di dalam
ruangan penghidupan itu sangat besar, terutama dalam menentukan reaksi atas
organism individu.
D. Teori Perkembangan
Kognitif dari Piaget
Menurut
Piaglet, kecerdasan adalah suatu bentuk keseimbangan atau penyeimbangan ke arah
mana semua fungsi kognitif bergerak. Penyeimbangan ini merupakan suatu
“imbuhan” untuk satu gangguan luar.
Menurut Piaglet juga,pengkajian peringkat-peringkat perkembangan kecerdasan pada mulanya merupakan pengkajian pembentukan struktur operasi-operasi kecerdasan ini. Ada empat peringkat penting dalam perkembangan kecerdasan, yaitu:
Menurut Piaglet juga,pengkajian peringkat-peringkat perkembangan kecerdasan pada mulanya merupakan pengkajian pembentukan struktur operasi-operasi kecerdasan ini. Ada empat peringkat penting dalam perkembangan kecerdasan, yaitu:
1.
Tahap deria-motor (sensory motor)
Pada
tahap ini kecerdasan telah mempunyai struktur yang didasarkan pada aksi dan
pada gerakan-gerakan serta pengamatan tanpa bahasa. Aksi-aksi ini dikoordinasi
atau diselaraskan dengan cara yang stabil oleh skema-skema aksi yaitu rencana
perilaku
2.
Tahap praoperasi
Kanak-kanak
pada usia antara 2-7 tahun mengalami munculnya suatu peristiwa yang disebut
fungsi simbolik. Kemunculan fungsi simbolik ini menandai dimulainya tahap
praoperasi yang merupakan kepandaian kanak-kanak untuk membedakan apa yang
disebut significate (obyek atau benda yang dilambangkan dengan significant).
Pada tahap ini setiap permainan anak hanya merupakan latihan gerak saja.
3.
Tahap operasi konkret
Pada
tahap ini anak-anak telah mampu melihat atau memahami kelas-kelas yang logis
dan hhubungan-hubungan yang logis di antara benda-benda, termasuk nomor-nomor.
4.
Tahap operasi formal
Pada
tahap ini anak-anak telah mampu berpikir berdasarkan proposisi atau hipotesis;
dan tidak lagi berdasarkan benda-benda konkret seperti pada tahap sebelumnya.
Operasai pikiran pada tahap ini sudah semakin rumit, dan peranan bahasa dalam
pembelajaran dan pemahaman proposisi semakin besar.
E. Teori Genetik
Kognitif dari Chomsky
Chomsky
dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam pemerolehan bahasa yang
dikemukakan Skinner. Menurut Chomsky, untuk dapat menerangkan hakikat proses
pemerolehan bahasa, di samping memahami apa sebenarnya bahasa itu , kita tidak
boleh menyampingkan pengetahuan mengenai struktur dalam organisme (manusia).
Menurut
Chomsky, otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu
otak manusia telah dilengkapi dengan stuktur bahasa universal dan apa yang
disebut language acquisition device (LAD). Teori Behaviorisme (S-R) sangat
tidak memadai untuk menerangkan proses-proses pemerolehan bahasa sebab masukan
data linguistiknya sangat sedikit untuk dapat membangkitkan rumus-rumus
linguistik.
Dalam
proses pemerolehan bahasa, tugas anak-anak dengan alat yang dimilikinya (LAD)
adalah menentukan bahasa masyarakat manakah masukan kalimat-kalimat yang
didengarnya itu akan di masukkan . untuk lebih memperkuat teorinya atau
hipotesisnya Chomsky mengajukan hal-hal berikut.
1. Proses-proses
pemerolehan bahasa pada semua kanak-kanak boleh dikatakan sama
2. Proses
pemerolehan bahasa tidak ada kaitannya dengan kecerdasan
3. Proses
pemerolehan bahasa juga tidak dipengaruhi oleh motivasi dan emosi anak-anak
4. Tata
bahasa yang dihasilkn oleh semua anak-anak boleh dikatakan sama.
Daftar
Rujukan
Chaedar,
Abdul. 2009. Psikolingistik Kajian Teoretik. PT Rineka Cipta: Jakarta.